Pengadaan Buku Kurikulum Baru di SD dan SMP Gawat
Di Indonesia Timur Belum Ada Satupun Sekolah Memesan Buku
jpnn.com - JAKARTA - Mempercayakan sekolah untuk memasan buku kurikulum baru, ternyata blunder bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Buktinya sampai mendekati awal tahun ajaran baru, banyak sekolah belum memesan buku.
Kondisi paling parah terjadi di Indonesia bagian timur. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar (Dirjen Dikdas) Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan, tingkat pemesanan buku baru di Provinsi Papua, Papua Barat, dan Maluku masih nol persen.
Artinya belum ada satupun sekolah SD dan SMP di tiga provinsi itu yang memesan buku kurikulum baru.
"Melihat kondisi ini, kami di kementerian tidak tinggal diam. Kami segera putusakan untuk men-take over," kata dia kemarin.
Skenario darurat itu dilakukan Kemendikbud dengan menggandeng dinas pendidikan provinsi Papua, Papua Barat, dan Maluku. Dengan jaminan uang bantuan operasional sekolah (BOS), Kemendikbud terus mendesak supaya percetakan tetap mencetak buku meskipun sekolah belum pesan.
Di tingkat nasional, angka sekolah jenjang SD dan SMP dalam memesan buku kurikulum baru masih rendah. Hasil evaluasi per 7 Juli lalu, menunjukkan bahwa pemesanan buku masih rendah.
"Untuk SD baru 58 persen sekolah yang sudah pesan. Dan untuk SMP sudah 84 persen," jelas Hamid.
Sedangkan di tingkat percetakan, Hamid mengatakan buku jenjang SD yang sudah dicetak sekitar 40 persen. Sedangkan untuk buku jenjang SMP yang sudah dicetak sebanyak 60 persen.
"Sementara secara keseluruhan buku kurikulum baru (SD dan SMP) yang sudah disalurkan ke sekolah sekitar 34 persen," tuturnya.
Hamid mengatakan deadline pengiriman buku kurikulum yang sedianya ditetapkan 12 Juli, diperpanjang hingga 18 Juli. Dia berharap dalam beberapa pekan menjelang lebaran ini pencetakan dan pendistribusian buku kurikulum baru sudah dikebut. Sehingga pada pembelajaran efektif mulai 4 Agustus nanti, semua buku sudah didistribusikan.
Kondisi serupa juga dialami di jenjang SMA dan SMK. Direktur Jenderal Pendidikan Menengah (Dirjen Dikmen) Kemendikbud Achmad Jazidie mengatakan, secara keseluruhan buku kurikulum baru sudah terdistribusikan sekitar 70 persen dari kebutuhan.
Dia mengatakan pemesanan di jenjang SMA maupun SMK relatif lebih aman, karena duitnya dipegang Kemendikbud. "Uang itu kita pakai untuk jaminan supaya percetakan mencetak dan menditribusikan buku, meskipun ada sekolah yang belum order," ujar Jazidie.
Kemendikbud lantan membeber kenapa mereka repot-repot memberikan kewenangan kepada sekolah untuk memesan buku kurikulum baru. Padahal diketahui, masa-masa saat ini sekolah sudah disibukkan dengan masa penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Hamid mengatakan Kemendikbud melimpahkan pemesanan buku ke sekolah karena anggaran pengadaan buku itu diambil dari dana BOS. "Sekarang yang pegang dana BOS itu kan sekolah. Jadi mereka yang pesan buku," ujarnya.
Hamid mengatakan sampai saat ini Kemendikbud belum mencari tahu alasan sekolah-sekolah kenapa tidak segera memesan buku. Padahal uang pemesanan buku sudah dikirimkan jadi satu dengan dana BOS. (wan)
JAKARTA - Mempercayakan sekolah untuk memasan buku kurikulum baru, ternyata blunder bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Buktinya
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Mendiktisaintek: Pendidikan Ampuh Mencegah Radikalisme dan Terorisme
- Fikom Universitas Pancasila Buka Prodi Magister Baru, Diminati Influencer
- Gandeng ITB, IDSurvey Kembangkan Green Leadership di Kalangan Mahasiswa
- Gelar Rektor Menyapa 2024, Universitas Mercu Buana Bagikan Beasiswa
- Mendikdasmen Abdul Mu'ti Sampaikan Kabar Baik untuk Guru, Siap-Siap Saja
- Cikarang Listrindo Kembangkan SMKN 1 Babelan Menjadi Sekolah Keunggulan