Pengadilan Kembali Bebaskan Muchdi
Kasus Pembunuhan Munir
Jumat, 10 Juli 2009 – 17:44 WIB
JAKARTA - Pengadilan kembali memenangkan mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Purwopranjono, dalam kasus pembunuhan berencana aktivis hak asasi manusia Munir. Setelah dibebaskan oleh PN Jakarta Selatan, kini Mahkamah Agung pun menolak kasasi yang diajukan kejaksaan. Putusan tertanggal 15 Juni 2009 itu menyebutkan, gugatan terhadap Muchdi tak dapat diterima atau niet onvankelijk verklaard (NO).
Putusan bernomor register 423 K/PID/2009 ini dijatuhkan oleh hakim agung yang diketuai Valerine JL Kriekhoff, dengan anggota Muchsin, serta Hakim Nyak Pa. Juru bicara MA, Hatta Ali, yang dihubungi wartawan, Jumat (10/7), membenarkan putusan yang tercantum dalam situs www.mahkamahagung.go.id tersebut. Hanya saja, dia mengaku baru bisa menjelaskannya lewat jumpa pers, Senin (13/7) pekan depan.
Muchdi diputus bebas oleh hakim PN Jaksel pada Rabu 31 Desember 2008. Menurut Hakim Ketua Suharto, saat itu, dakwaan jaksa bahwa Muchdi telah menyalahgunakan kewenangan sebagai pejabat BIN untuk merancang pembunuhan tidak terbukti. Otomatis, tuntutan 15 tahun penjara yang diminta jaksa pun ditolak.
Putusan ini bertolak belakang dengan yang dialami oleh mantan pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto. Ditingkat kasasi, Polly justru diganjar hukuman 20 tahun sebab terbukti membantu pembunuhan. (pra/JPNN)
JAKARTA - Pengadilan kembali memenangkan mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Purwopranjono, dalam kasus pembunuhan berencana aktivis
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- TAP MPR II/2001 Sudah Tidak Berlaku, Bamsoet Desak Segera Pulihkan Nama Baik Gus Dur
- Mantap, Dukungan MIND ID Bawa Atlet Indonesia Ukir Prestasi di Kancah Intetnasional
- Diduga Tempat Produksi Narkoba, Rumah Mewah di Kota Serang Digerebek BNN, Lihat
- Kornas Relawan Massa Prabowo Gelar Peringatan Maulid dan Santunan
- Polisi Tangkap Pelaku Pembubaran Paksa Diskusi Diaspora di Hotel Grand Kemang
- Sekelompok Orang Bubarkan Diskusi, Din Syamsuddin: Refleksi dari Kejahatan Demokrasi