Pengadilan Tipikor Masih Mengecewakan

Pengadilan Tipikor Masih Mengecewakan
Pengadilan Tipikor Masih Mengecewakan
Ada lagi, pantauan ICW menyebutkan kalau hakim Pengadilan Negeri (PN) atau Pengadilan Tinggi (PT) terkesan tidak terlalu mendalami anatomi kasus. Jadinya, ada kesa copy paste dalam uraian pertimbangan hukum yang itu itu saja. Sangat jarang ditemukan pendapat atau pertimbangan baru selain dari apa yang disajikan penuntut umum.

    

Lemahnya hakim membuat vonis menjadi tidak menggigit. Harapan hukuman bisa menjadi efek jera juga tidak muncul. Belum lagi, kalau hakim tidak menuliskan amar apakah terdakwa ditahan, atau tidak dalam putusannya. "Jaksa dan hakim tidak maksimal menggali fakta persidangan untuk pengembangan ke pelaku lain," imbuhnya.

    

Jaksa juga tidak luput dari kritik, disebutkan kalau penuntut umum di pengadilan Tipikor kurang optimal dalam memiskinkan koruptor. Kebanyakan, hanya pelaku yang dijerat. Padahal, uang hasil korupsi juga ikut dinikmati oleh keluarganya. Seperti kasus Angelina Sondakh yang menurutnya bisa dijerat dengan pencucian uang.

    

 Kedepan, dia berharap Tipikor daerah dan pusat bisa lebih baik lagi. Jangan sampai terkesan gaji yang sudah dibayarkan ke pengadil menjadi sia-sia karena tidak sebanding dengan produktifitas yang dihasilkan. "Pengadilan juga harus pilah-pilah. Untuk kasus yang menyangkut pejabat daerah, diatas Rp 1 miliar dan menarik perhatian publik lebih baik dibawa ke pusat," jelasnya.

     

JAKARTA - Dua tahun sudah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di daerah berdiri. Namun, rapor merah belum bisa dilepaskan dari peradilan khusus

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News