Pengajuan Tenun Sunda Ditolak Unesco
Menjadi Warisan Budaya Tak Benda Dunia
JAKARTA - Indonesia gagal mempertahankan tren pencatatan warisan budaya tak benda (Intangible Cultural Heritage/ICH) dunia di buku Unesco (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization). Usulan tenun Sumba sebagai warisan budaya tak benda ternyata baru saja ditolah Unesco.
Gagalnya pencatatan warisan budaya tak benda itu menghentikan tren kesukesasn sebelumnya. Yakni pencatatan noken dari Papua, Wayang, Keris, dan Batik dari Jawa, serta tari Saman dari Aceh.
Ketua Tim Ahli Warisan Budaya Tak Benda Indonesia Mukhlis Paeni mengatakan, kegagalan pencatatan tenun Sumba itu bukan berarti tidak diterima oleh Unesco. "Tetapi pihak Unesco mengembalikan lagi usulan dari Indonesia untuk direvisi," kilahnya di Jakarta kemarin.
Pria yang juga ketua Lembaga Sensor Film (LSF) itu menuturkan, dikabulkannya pencatatan warisan tan benda kelas dunia membutuhkan proses lama. Diantaranya adalah proses verifikasi data yang berulang-ulang.
Mukhlis mencotohkan ketika dia mencatatkan La Galigo sebagai Memory of The World (MOW/sekelas ICH) di Unesco juga membutuhkan waktu. "Saat mendaftarkan La Galigo, saya butuh waktu dua tahun untuk ditetapkan oleh Unesco," paparnya.
Bahkan pada kasus tertentu, Mukhlis mengatakan penetapan Unesco diambil tiga tahun setelah pengumuman pengajuan mata budaya tertentu. Pencatatan Babat Diponegoro di Unesco juga membutuhkan waktu sekitar dua tahun.
Sedangkan untuk tenun Sumba sendiri, diusulkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada 2013. Lalu diharapkan bisa dikabulkan Unesco pada tahun yang sama.
Gagalnya pencatatan tenun Sunda ini lantas disikapi serius oleh Kemendikbud. Mereka kini membuat jenjang rapi untuk pencatatan warisan budaya tak benda. Sebelum diusulkan ke tingkat dunia (Unesco), mata budaya harus masuk dulu dalam daftar warisan budaya tak benda Indonesia (kelas lokal).
Pada tahun pertama ini, Kemendikbud menetapkan 70 mata budaya sebagai warisan budaya tak benda Indonesia. Mukhlis mengatakan seluruh mata budaya itu tersebar dari seluruh penjuru Indonesia. Dari provinsi Jawa Timur misalnya, diwakili oleh Reog Ponorogo, Keraben Sape" (Karapan Sapi), Sapi Sonok , Gandrung Banyuwangi, dan Kentrung.
Mukhlis menuturkan penetapan 70 mata budaya itu tidak asal-asalan. "Tetapi kami menggunakan standar Unesco," paparnya.
Sehingga nanti ketika akan dicatatkan ke Unesco, tidak memperlukan persiapan terlalu besar. Unesco menetapan setiap negara hanya berhak mengusulkan dua mata budaya sebagai warisan budaya tak benda dunia.
Menurut Mukhlis, Unesco memiliki kriteria yang ketat dalam menetapkan warisan budaya tak benda dunia. Yakni mata budaya itu masuk kategori kritis atau terancam punah. Kemudian mata budaya harus berpengaruh pada pemberdayaan masyarakat setempat dan menjadi objek pengembangan ilmu pengetahuan. (wan)
JAKARTA - Indonesia gagal mempertahankan tren pencatatan warisan budaya tak benda (Intangible Cultural Heritage/ICH) dunia di buku Unesco (United
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Aher: Apa yang Sudah Diproduksi Pindad Selama Ini tak Kalah dengan Produk Negara Lain
- Diikuti 12.300 Pelari, Pertamina Eco RunFest 2024 Sukses Digelar
- WPC dan GPA Serukan kepada Pemerintah untuk Turut Mengakhiri Polusi Plastik
- Pemenang Kompetisi MTQ Internasional Raih Hadiah Uang Rp125 juta
- Potensi Besar Kentang Garut Binaan UPLAND untuk Dukung Swasembada Pangan
- IFAD Tinjau Program UPLAND di Garut Untuk Tingkatkan Produktivitas & Kesejahteraan Petani