Pengakuan Perempuan Sasaran Aksi Cabul yang Rasis dan Merendahkan di Aplikasi Kencan

Pengakuan Perempuan Sasaran Aksi Cabul yang Rasis dan Merendahkan di Aplikasi Kencan
Sharon Jiang menerima pesan aplikasi kencan yang menanyakan apakah dia bisa menjadi "pengalaman Asia pertama" seseorang. (Supplied )

Sikap yang merugikan muncul dari stereotip Barat

Percakapan tentang 'Asian fetish' dan hubungannya dengan rasisme kembali menjadi sorotan setelah enam perempuan Asia, termasuk di antara delapan orang yang ditembak mati di spa Atlanta di Amerika Serikat bulan lalu.

Komunitas Asia di Amerika marah kepada Pemerintah Amerika Serikat yang awalnya mengatakan serangan itu terkait dengan "kecanduan seksual" si penembak, dan bukan kejahatan rasial.

Shawna Tang, dosen studi gender di University of Sydney, mengatakan penembakan di spa Atlanta adalah bukti perempuan Asia menjadi subjek seksisme dan rasisme, yang dapat ditelusuri kembali ke kolonialisme di Asia.

"Ini berasal dari sejarah panjang imperialisme dan militerisme Barat di negara-negara Asia yang memaksa perempuan Asia menjadi budak seksual," kata Dr Tang.

"Dan kemudian dengan sangat tidak adil, dari waktu ke waktu, ada stereotip tentang [perempuan asia yang] bekerja di bordil, subjek seksual atau pelacur. Ini menjadi sangat tertanam dalam budaya Barat."

Sophie Loy-Wilson, dosen senior sejarah Australia di University of Sydney, mengatakan rasisme terhadap perempuan Asia di Australia sudah ada sejak lama.

Pada tahun 1855, Koloni Victoria mengeluarkan undang-undang untuk melarang imigrasi Asia, sebuah undang-undang pertama di dunia yang melarang migran Asia.

Undang-undang ini dibuat jauh sebelum kebijakan 'White Australia' dimulai, yang hanya memperbolehkan orang kulit putih pindah ke Australia.

Pesan ini ditujukan kepada Sharon, seorang perempuan Australia keturunan Tiongkok yang berusia 24 tahun dan tinggal di Sydney

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News