Pengalaman Menginap di Ger, Rumah Tradisional Mongolia

Televisi LCD 39 Inci Jadi Barang Kesayangan

Pengalaman Menginap di Ger, Rumah Tradisional Mongolia
ki-ka: Khaltar, Ainur Rohman, Tserendolgor Tseeye, Javzandolgor Jauzka, Farid Fandi saat di rumah tradisional Mongolia yang disebut Ger di pinggiran kota Ulan bator, Mongolia, 22/08/12. Farid Fandi/Jawa Pos

Melalui Javza, Khaltar dan Javzandor bertanya banyak tentang Indonesia. Mereka begitu takjub ketika mengetahui bahwa Indonesia memiliki ribuan pulau dan garis pantai terpanjang di dunia. "Seumur hidup, saya belum pernah melihat pantai," kata Khaltar, 70.

Memang Mongolia adalah negara terbesar kedua di dunia yang tidak punya laut alias landlocked. Negara landlocked paling luas di dunia adalah negeri sekawasan, Kazakstan.   Saking gembiranya, Khaltar memeluk dan mencium pipi kami. Dia lantas mengajak kami berjalan di tengah padang rumput pada malam hari.

Sebagai bagian penyambutan, Khaltar juga mempersilakan kami menghirup bubuk cokelat bernama Bellows-Khurug dari hidung. Seperti menghirup kokain.

Saya sampai terbatuk-batuk karena bubuk tersebut sangat keras. Khaltar terpingkal-pingkal karena reaksi saya. Namun, setelah itu, hidung terasa sangat lega. "Bubuk ini terbuat dari batu asal Tiongkok. Sangat keras, tapi manjur untuk melawan hawa dingin," ujarnya.

SEKITAR 30 persen penduduk Mongolia diperkirakan masih hidup nomaden dengan tinggal di ger. Berikut pengalaman wartawan Jawa Pos AINUR ROHMAN, yang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News