Pengalaman Menginap di Ger, Rumah Tradisional Mongolia

Televisi LCD 39 Inci Jadi Barang Kesayangan

Pengalaman Menginap di Ger, Rumah Tradisional Mongolia
ki-ka: Khaltar, Ainur Rohman, Tserendolgor Tseeye, Javzandolgor Jauzka, Farid Fandi saat di rumah tradisional Mongolia yang disebut Ger di pinggiran kota Ulan bator, Mongolia, 22/08/12. Farid Fandi/Jawa Pos

Makanan itu mirip kolak. Terdiri atas campuran beras, teh, susu domba, pangsit daging kambing, tepung, dan garam. Cairan putih itu tercampur dalam satu panci.  "Ini enak kok. Kami tidak setiap hari makan ini. Seminggu hanya sekali. Soalnya, ini spesial," ucap Javza.

Mungkin memang istimewa" bagi mereka. Tapi, bagi saya, makanan itu terasa aneh. Makan satu sendok saja, perut sudah mual. Tapi, untuk menghormati, saya menghabiskan tiga sendok dari semangkuk besar yang disuguhkan.

Kami tak sempat bertemu Tsere pagi itu. Pada pukul 08.00 (07.00 WIB) dia harus pergi bekerja. Setelah sang suami meninggal sebulan lalu, dia menyambung hidup dengan membersihkan rumah-rumah penduduk. Juga mencuci pakaian. Apa saja.

Tapi, tak sekali pun dia mengeluhkan kerasnya hidup yang dijalani. Kepada kami, dia sempat bercerita bahwa kelelahan yang menghinggapi setelah bekerja seharian langsung terobati begitu dirinya kembali menginjak ger kesayangan.

SEKITAR 30 persen penduduk Mongolia diperkirakan masih hidup nomaden dengan tinggal di ger. Berikut pengalaman wartawan Jawa Pos AINUR ROHMAN, yang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News