Pengalaman Menginap di Ger, Rumah Tradisional Mongolia
Televisi LCD 39 Inci Jadi Barang Kesayangan
Senin, 27 Agustus 2012 – 10:10 WIB
Makanan itu mirip kolak. Terdiri atas campuran beras, teh, susu domba, pangsit daging kambing, tepung, dan garam. Cairan putih itu tercampur dalam satu panci. "Ini enak kok. Kami tidak setiap hari makan ini. Seminggu hanya sekali. Soalnya, ini spesial," ucap Javza.
Mungkin memang istimewa" bagi mereka. Tapi, bagi saya, makanan itu terasa aneh. Makan satu sendok saja, perut sudah mual. Tapi, untuk menghormati, saya menghabiskan tiga sendok dari semangkuk besar yang disuguhkan.
Kami tak sempat bertemu Tsere pagi itu. Pada pukul 08.00 (07.00 WIB) dia harus pergi bekerja. Setelah sang suami meninggal sebulan lalu, dia menyambung hidup dengan membersihkan rumah-rumah penduduk. Juga mencuci pakaian. Apa saja.
Tapi, tak sekali pun dia mengeluhkan kerasnya hidup yang dijalani. Kepada kami, dia sempat bercerita bahwa kelelahan yang menghinggapi setelah bekerja seharian langsung terobati begitu dirinya kembali menginjak ger kesayangan.
SEKITAR 30 persen penduduk Mongolia diperkirakan masih hidup nomaden dengan tinggal di ger. Berikut pengalaman wartawan Jawa Pos AINUR ROHMAN, yang
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408