Pengalaman Pasien COVID-19 Lolos dari Badai Sitokin dengan Menjaga Pikiran Tetap Positif

Pengalaman Pasien COVID-19 Lolos dari Badai Sitokin dengan Menjaga Pikiran Tetap Positif
Dosen Universitas Negeri Malang Muhammad Yahya PhD menyebut pengalamannya menunjukkan pentingnya tetap menjaga pikiran positif saat mengalami kondisi parah akibat serangan COVID. (Istimewa)

"Dan pada kondisi-kondisi terminal yang sudah tidak bisa disembuhkan, pasien yang bersikap demikian biasanya meninggalnya juga lebih tenang," ungkapnya.

Menurutnya untuk mengetahui tingkat kritis seseorang terkait dengan paru-paru,  ukuran saturasi oksigen adalah indikator yang paling mudah diperiksa.

"Yang normal itu 94 atau 95 persen ke atas. Jadi kalau di angka 60 itu sudah kritis," jelasnya.

Dr Andika menjelaskan indikator lainnya yaitu dengan mengukur respiratori napas, yang pada orang dewasa normal antara 12 hingga 20 kali tarikan dalam satu menit.

"Kalau seseorang bernapas di atas 30 kali dalam satu menit itu dikategorikan sesak napas dan kalau sudah gawat disebut sebagai gagal napas," katanya.

"Idealnya kita lakukan yang namanya analisa gas darah. Dari situ kita bisa menilai kadar oksigen, ada namanya tekanan oksigen, kadar CO2, dan kita bisa menilai saturasi oksigen kita itu berapa sebenarnya dalam darah," jelas dr Andika.

COVID sendiri memiliki tiga fase, yakni fase awal infeksi, peradangannya belum begitu hebat dan masih bersifat lokal.

"Kemudian kalau sistem imunnya tidak begitu bagus, akan terjadi yang namanya inflamasi sistemik," jelasnya.

Muhammad Yahya, warga kota Malang di Jawa Timur, berbagi pengalaman kesembuhannya dari COVID setelah melewati badai sitokin dengan saturasi oksigen sangat rendah

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News