Pengalaman Warga Asal Indonesia Menjalankan Puasa di Mesir, Norwegia, Cile, dan Meksiko
Munirul Ilyas yang berasal dari Pekanbaru, Riau, sudah delapan tahun menempuh pendidikan di Universitas Al Azhar di ibu kota Mesir, Kairo.
Itu berarti pria yang berusia 28 tahun ini sudah beberapa kali menjalankan puasa dan Lebaran di sana.
Mesir memiliki populasi 109 juta jiwa, sekitar 85 persen di antaranya adalah memeluk agama Islam, dan lainnya beragama Kristen.
Meski banyak persamaan antara Indonesia dan Mesir, Ilyas melihat beberapa perbedaan.
"Suasana Ramadan di Mesir sangat meriah, bahkan beberapa hari sebelum Ramadan saja masyarakat Mesir sudah menyambutnya dengan memasang hiasan-hiasan di komplek perumahan, jalan-jalan, di dalam rumah atau pun di toko-toko dan mal," kata mahasiswa S2 tersebut.
Namun yang agak membedakan menurutnya adalah banyak tempat buka puasa gratis di sana.
"Mereka membuat tenda-tenda di tepi jalan, di komplek masjid, atau membagi-bagikan berkeliling, dengan kendaraan mereka, makanan berbuka puasa."
Ilyas mengatakan hidangannya pun lengkap, mulai dari minuman, kurma, hingga makanan utama seperti nasi kufta lengkap dengan khudor atau sayur.
Berpuasa hingga 21 jam, tidak bisa membuat ketupat, sowan, sungkem, atau bagi-bagi amplop setelah salat Ied menjadi pengalaman yang dibagikan warga Indonesia yang berpuasa dan berlebaran di luar Indonesia
- Sekolah di Australia yang Menutup Program Bahasa Indonesia Terus Bertambah, Ada Apa?
- 5 Pesakitan Bali Nine Akhirnya Dipulangkan ke Australia
- Dunia Hari Ini: Donald Trump Menjadi 'Person of the Year' Majalah Time
- Kabar Australia: Pekerja Qantas Mogok Kerja Seharian, Minta Naik Gaji
- Dunia Hari Ini: Australia Ikut Mendukung Gencatan Senjata di Gaza
- Timnas Indonesia Akan Menghadapi Australia di Tempat Bersejarah