Pengamat: Ada Empat Catatan Kritis untuk Pilkada Serentak

jpnn.com - JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menyelenggarakan pilkada serentak di 269 kabupaten/kota dan sembilan propinsi. Menurut pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago, pesta demokrasi ini merupakan terbesar dan terbanyak di dunia dalam tempo satu hari.
Dari pengamatannya terhadap pilkada serentak, setidaknya Pangi memiliki empat catatan kritis yang harus menjadi evaluasi ke depan. Pertama, pilkada serentak menjadi tantangan tersendiri karena bisa mengakibatkan komplikasi. Bisa dibayangkan pilkada dilakukan secara bersamaan di 269 daerah, dalam waktu satu hari.
"Selama ini kita memiliki tradisi mental yang lemah tidak siap kalah dan hanya siap menang, kalau mereka menang akan mengatakan, ini adalah pemilu yang paling jujur dan adil, namun kalau ia kalah mengatakan bahwa ini adalah pemilu tidak adil, tidak bersih dan penuh kecurangan," kata Pangi dalam siaran persnya, Rabu (4/11).
Kedua, baginya sulit membayangkan bagaimana kemudian kemampuan Mahkamah Konstitusi (MK) secara bersamaan menghadapi banjirnya gugutan yang diajukan oleh pasangan kepala daerah yang kalah ke MK. Tabiat seperti pengalaman yang sudah - sudah, yang kalah pasti mengajukan gugatan ke MK.
Ketiga, tidak bisa dipungkiri bahwa pilkada serentak membutuhkan jumlah personel aparat keamanan yang tidak sedikit jumlahnya guna menjamin keamanan pelaksanaan pilkada serentak. Bisa dibayangkan kalau di setiap daerah pemilihan terjadi chaos dan konflik. Artinya, pilkada serentak sangat rentan dan berisiko tinggi terkait potensi konflik.
"Sejauh mana kesiapan aparat keamanan menjamin terselenggaranya pilkada serentak yang aman dan tertib? Presiden mesti bertanggung jawab kalau kemudian terjadi cuaca dis order (ketidakteraturan) yang menganggu stabilitas politik nasional," ujarnya.
Terakhir, Pangi menyarankan sebaiknya anggaran pilkada bukan dari APBD namun dibebankan ke anggaran APBN. Tidak boleh APBD tersedot untuk biaya pemilu. APBD harus diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan rakyat di daerah.
"Pusat tidak boleh jadi lintah darat menghisap daerah. Miris ketika di Kabupaten Rokan Hulu sebelumnya mengangarkan 8 miliar sekarang naik jadi 23 milyar. Begitu juga di kabupaten Palalawan dari 11 milyar ke 21 milyar. Ini bukan hemat dan efisien, namun musibah demokrasi," ungkapnya memberi contoh.
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menyelenggarakan pilkada serentak di 269 kabupaten/kota dan sembilan propinsi. Menurut pengamat politik
- Banyak Penyelenggara MICE Batalkan Acara di JCC, Ini Alasannya
- Petrokimia Gresik Pertahankan Proper Emas Kementerian Lingkungan Hidup Selama 4 Tahun
- Regulasi THR Bagi Mitra Pengemudi Online Dinilai Menghambat Pertumbuhan Industri
- Usut Kasus Pajak, KPK Periksa Pihak Matahari Store hingga BPR Cita Makmur Lestari
- Terima Gratifikasi Rp21,5 Miliar, Eks Pejabat Pajak Ini Jadi Tersangka KPK
- Fraksi PKS Ajak Rakyat Kompak Dukung Kebijakan Prorakyat Prabowo