Pengamat Anggap PSU Tak Hormati Hak Pilih Warga Negara
jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Haryadi menilai alasan dilakukannya pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah wilayah bertentangan dengan prinsip-prinsip kewarganegaraan. Menurutnya, setiap warga negara yang memiliki kartu tanda penduduk (KTP) tidak bisa dipersalahkan karena menggunakan hak pilih. Pasalnya, dengan memiliki KTP maka secara otomatis warga sudah memiliki hak suara yang harusnya dilindungi.
"Dengan PSU ini menunjukan seolah-olah pemilu jadi anti-kewarganegaraan. Dikatakan demikian, karena dalam konteks pilpres setiap warga negara dewasa yang punya hak pilih harus difasilitasi, bukan justru dipersulit," kata Haryadi dalam keterangan persnya, Minggu (20/7).
Haryadi lantas mengingatkan, Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2009 telah membuat putusan yang menjamin setiap warga negara pemilik KTP untuk dapat menggunakan hak pilih tanpa surat undangan pemilihan. Menurutnya, sikap Bawaslu yang merekomendasikan PSU justru bertentangan dengan semangat putusan tersebut.
"Sungguh ironis, ketika Bawaslu justru menolak prinsip tersebut dan lebih memprioritaskan pada prinsip prosedural semata dengan mengabaikan substansi kewarganegaraan," ujarnya.
Namun sayangnya, lanjut Haryadi, kesalahaan Bawaslu malah dimanfaatkan salah satu kubu pasangan calon untuk membuat kegaduhan. “Ini menginspirasi tim Prabowo-Hatta untuk mendasarkan gugatan ke MK sebagai bentuk telah terjadinya pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif dalam pilpres, yaitu cukup banyaknya WN yang tak berhak telah ikut mencoblos,” tandas Haryadi.
Seperti diketahui, Bawaslu merekomendasikan penyelenggaraan PSU untuk beberapa TPS di wilayah DKI Jakarta. Alasannya, ditemukan warga yang tidak berdomisili di wilayah tersebut dan ikut mencoblos tanpa menyerahkan form A5.
Dalam peraturan KPU disebutkan bahwa warga yang tidak tercantum dalam daftar pemilih dapat mencoblos di mana saja sesuai dengan domisili KTP-nya. Sementara untuk yang menggunakan hak pilih di luar domisili KTP, harus menyerahkan form A5 terlebih dahulu.(dil/jpnn)
JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Haryadi menilai alasan dilakukannya pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah wilayah bertentangan
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- BPJS Kesehatan Bantah Defisit dan Klaim DJS Masih Sehat
- Masuk Gang Dame Medan, Wapres Gibran Bagikan Paket Sembako ke Warga
- Antisipasi Aksi Teror Malam Natal, BNPT: Kami Sudah Tahu Kantong-kantongnya
- Lihatlah Aksi Warga Banten Tolak PSN PIK 2, Kiai Ikut Turun ke Jalan
- Mayor Teddy Bantah Erdogan Walk Out Saat Prabowo Pidato, Ini Penjelasannya
- Kolaborasi PLN UIP KLT dan BPN Telah Terbitkan 239 Sertifikat Aset