Pengamat Anggap Tak Ada yang Salah Dari Sistem Pemilihan Presiden Langsung

"Dalam konteks ini, peserta pilpres, termasuk calonnya, justru yang mengabaikan hukum dan HAM. Sebab, dengan membenarkan politik uang, mereka justru sudah tidak tegak melaksanakan hukum dan melanggar HAM," ujar Jamiluddin.
Dia juga menganggap alasan keterbelahan masyarakat demi mengembalikan pilpres dari rakyat ke MPR tidak masuk akal.
"Tidak logis. Sebab, sudah berulang pilpres secara langsung keutuhan NKRI tetap terjaga," katanya.
Jamiluddin mengatakan keterbelahan muncul karena peserta melakukan kampanye hitam. Hal itu berujung dengan tumbuhnya apriori terhadap kandidat lain.
"Oleh karena itu, keterbelahan di tengah masyarakat dapat diatasi bila peserta pilpres hanya menyampaikan visi, misi, dan program kerjanya. Peserta pilpres tidak perlu menguliti capres lainnya dengan berbagai pesan negatif," kata pengamat dari Universitas Esa Unggul itu.
Jamiluddin mengatakan tidak ada alasan bagi Indonesia melaksanakan amendemen mengembalikan sistem pilpres.
"Seharusnya, tidak ada alasan yang kuat untuk mengembalikan pilpres secara tidak langsung. Hal itu tak boleh dilakukan karena membawa Indonesia mundur ke masa Orde Baru," ungkap dia. (ast/jpnn)
Pengamat politik Jamiluddin Ritonga menganggap sembrono upaya amendemen UUD 1945 untuk mengembalikan sistem pilpres melalui MPR
Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Aristo Setiawan
- Ahli Kepemiluan Usul Ambang Batas Maksimal 50 Persen di Pilpres dan Pilkada
- KLB Gerindra Putuskan Prabowo Maju Capres 2029, Haryara Tambunan Merespons, Simak
- Jumlah Anggota Koalisi Parpol di Pilpres Perlu Diatur Mencegah Dominasi
- MK Hapus Presidential Threshold, Gibran Berpeluang Melawan Prabowo di 2029
- Biaya Pemilihan di 2024 Membengkak, Perlu Evaluasi Sistem Pemilu
- Bahlil Yakin Ridwan Kamil Menang 1 Putaran, Sama Seperti Prabowo di Pilpres