Pengamat Anggap Tak Ada yang Salah Dari Sistem Pemilihan Presiden Langsung 

Pengamat Anggap Tak Ada yang Salah Dari Sistem Pemilihan Presiden Langsung 
Besaran honor PPK Pilkada Serentak 2024 sama dengan honor PPK Pilpres 2024 dan Pileg 2024. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

"Dalam konteks ini, peserta pilpres, termasuk calonnya, justru yang mengabaikan hukum dan HAM. Sebab, dengan membenarkan politik uang, mereka justru sudah tidak tegak melaksanakan hukum dan melanggar HAM," ujar Jamiluddin.

Dia juga menganggap alasan keterbelahan masyarakat demi mengembalikan pilpres dari rakyat ke MPR tidak masuk akal.

"Tidak logis. Sebab, sudah berulang pilpres secara langsung keutuhan NKRI tetap terjaga," katanya.

Jamiluddin mengatakan keterbelahan muncul karena peserta melakukan kampanye hitam. Hal itu berujung dengan tumbuhnya apriori terhadap kandidat lain. 

"Oleh karena itu, keterbelahan di tengah masyarakat dapat diatasi bila peserta pilpres hanya menyampaikan visi, misi, dan program kerjanya. Peserta pilpres tidak perlu menguliti capres lainnya dengan berbagai pesan negatif," kata pengamat dari Universitas Esa Unggul itu.

Jamiluddin mengatakan tidak ada alasan bagi Indonesia melaksanakan amendemen mengembalikan sistem pilpres.

"Seharusnya, tidak ada alasan yang kuat untuk mengembalikan pilpres secara tidak langsung. Hal itu tak boleh dilakukan karena membawa Indonesia mundur ke masa Orde Baru," ungkap dia. (ast/jpnn)

Pengamat politik Jamiluddin Ritonga menganggap sembrono upaya amendemen UUD 1945 untuk mengembalikan sistem pilpres melalui MPR


Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News