Pengamat Menilai Aturan EBT Tidak Adil, Berpotensi Buat Tarif Listrik Naik
jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah klausul dalam aturan dan rancangan aturan energi baru terbarukan (EBT) dinilai tidak adil bagi masyarakat dan PLN.
Pemerintah perlu memastikan setiap investor kelistrikan ikut menanggung risiko usaha dan jangan ditimpakan ke negara melalui PLN saja.
Direktur Eksekutif Indonesia Resource Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan fenomena menimpakan risiko usaha kelistrikan pada negara tercermin dari kebijakan take or pay.
Dalam mekanisme itu, negara melalui PLN harus membayar penyedia listrik swasta (IPP) sesuai kontrak meski dayanya tidak terpakai.
“Investor itu menjadi seolah-olah tidak ikut menanggung potensi kerugian. Padahal bisnis kan ada untung, ada rugi,” kata Marwan dalam keterangannya, Kamis (22/7).
Mekanisme ToP memastikan keuntungan bagi IPP atau investor. Sementara bagi negara dan PLN, untung atau rugi harus ditanggung. Karena itu, mekanisme tersebut tidak bisa diterima.
“Kalau PLN bermasalah bisa bangkrut, dikuasai asing atau swasta. Bagi pelanggan itu bisa listrik bisa mahal, kalaupun PLN tidak bangkrut maka PLN harus menaikkan biaya pokok tarif,” katanya.
Sayangnya, kata dia, mekanisme itu sudah berlaku dalam penyediaan listrik oleh PLTU dari IPP. Dalam rancangan undang-undang energi baru terbarukan (EBT) yang tengah dibahas di DPR, mekanisme sejenis akan diterapkan.
Sejumlah klausul dalam aturan dan rancangan aturan energi baru terbarukan (EBT) dinilai tidak adil bagi masyarakat dan PLN.
- Peringati Hari Disabilitas Internasional, PLN Gandeng Alunjiva Gelar Synergy Fest 2024
- YLKI: Diskon Listrik 50% Beri Manfaat untuk Daya Beli dan Pemulihan Ekonomi Masyarakat
- PLN IP Topang Kebutuhan Listrik Maluku Saat Nataru, Menteri ESDM Bilang Begini
- Pemerintah, PLN dan IPP Bersinergi Wujudkan Kemandirian Energi Nasional
- Pemerintah Berikan Diskon Listrik 50 Persen, Momentum Perkuat Daya Beli Masyarakat
- Penuhi Kebutuhan Nataru, PLN Indonesia Power Siapkan Ribuan Personil Siaga