Pengamat Nilai PP 53/2023 Pertanda Demokrasi sedang Sakit
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Politik yang juga Direktur Eksekutif LIMA Ray Rangkuti menilai PP 53/2023 yang tidak mewajibkan menteri, anggota legislatif hingga kepala daerah mundur dari jabatan jika maju sebagai calon dalam pemilihan presiden (pilpres). PP ini diteken pada November 2023 lalu.
Ray menilai PP ini makin mengancam demokrasi dan membuka ruang-ruang pelanggaran Pemilu.
"Tanda-tanda demokrasi sakit sangat terlihat menjelang Pemilu yang akan diselenggarakan kurang dari satu bulan lagi," ujar Ray.
Dia melanjutkan, indikator pemberantasan korupsi, kebebasan berpendapat, dan partisipasi publik menurun. Sementara, di sisi lain aksi nepotisme meroket.
“Nah, kita mau mempertahankan (demokrasi) atau set back?” tegas Ray.
Ray pun menegaskan semua bentuk pelanggaran harus diadukan ke Bawaslu meski belum tentu akan ditindaklanjuti.
“Diadukan saja ke Bawaslu, meski saya ragu Bawaslu mau menyelesaikan, tetapi paling tidak tercatat di Bawaslu. Kita punya memori bahwa peristiwa ini dicatatkan di Bawaslu," kata Ray.
Ray mengungkapkan bentuk pelanggaran begitu banyak. Mulai dari perilaku tidak netral ASN, bansos yang dipolitisasi, termasuk hambatan yang dialami kandidat lain.
Ray pun menegaskan semua bentuk pelanggaran harus diadukan ke Bawaslu meski belum tentu akan ditindaklanjuti
- The Habibie Center Soroti Tantangan & Peluang Masa Depan Demokrasi
- Gandeng Klub Sepak Bola Jurnalis, KPU DKI Ajak Masyarakat Berkontribusi di Pilkada
- Jadi Dosen Tamu di UI, Ketua Bawaslu Ungkap Persoalan Penyelesaian Masalah Hukum Pemilu
- Anggota Bawaslu Puadi Beberkan Upaya Memitigasi Praktik Politik Uang di Pilkada 2024
- Pilkada 2024: AKBP Fahrian Ajak Personel jadi Pahlawan Demokrasi
- Terima Kunjungan Utusan Partai Nahdhoh Tunisia, Sultan: Lembaga Parlemen Adalah Roh Demokrasi