Pengamat: Pemberantasan Korupsi Indonesia Tak Lebih dari Sandiwara

Pengamat: Pemberantasan Korupsi Indonesia Tak Lebih dari Sandiwara
Pemberantasan Korupsi: Ilustrasi: arsip JPNN.com/Ricardo

Dia menyatakan meski telah ada undang-undang yang mengatur pemberantasan korupsi, namun implementasi payung hukum tersebut justru masih lemah.

Ambiguitas regulasi, rendahnya sanksi hukum, serta kurangnya transparansi dalam pengawasan internal menjadi kendala utama dalam upaya menciptakan sistem hukum yang bersih.

Tak hanya itu, dari rezim ke rezim badai korupsi terus menghantam berbagai lembaga negara dan BUMN. Kasus-kasus seperti rekening gendut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp 349 triliun yang pernah disampaikan oleh Mahfud MD.

Lalu, skandal Asabri, Jiwasraya, Bumiputera, PLN, PT Timah, emas palsu Antam 109 ton, Pertamina, penjarahan yang mengakibatkan kerusakan hutan, kegiatan pertambangan ilegal menjadi bukti nyata betapa parahnya korupsi di negeri ini.

"Pertanyaannya, apakah penegak hukum benar-benar serius menangkap, menghukum, dan merampas harta para pelaku kejahatan korupsi untuk dikembalikan kepada negara? Ataukah semua ini hanya drama yang dimainkan untuk sekadar menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi masih berjalan?" kata dia.

Bagi Pieter Zulkifli, syarat menjadi negara maju bukan hanya soal pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita, tetapi juga tentang kepastian hukum, kualitas sumber daya manusia, kejujuran, serta profesionalisme dalam mengelola lembaga negara. Sayangnya, Indonesia masih terjebak dalam berbagai macam opini dan terminologi 'middle income trap' akibat korupsi yang merajalela.

Untuk itu, dia memaparkan empat catatan agar Indonesia keluar dari belenggu tersebut, yakni; investasi dalam sumber daya manusia, dan pembangunan infrastruktur yang efisien dan tidak membebani keuangan negara.

Lalu, transformasi ekonomi melalui kebijakan hilirisasi. Terakhir, membangun institusi dengan tata kelola yang bersih dan transparan.

Pemberantasan korupsi di Indonesia disebut tak lebih dari sandiwara untuk menipu publik. Uang rakyat bahkan terus dijarah oleh para 'penyamun' berseragam.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News