Pengamat: Pemerintah Perlu Mengkaji Ulang Dampak Pengenaan BMAD Terhadap Produk Tiongkok
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansah mengungkap dampak pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk China atau Tiongkok yang tengah diusulkan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI).
Usulan tersebut berangkat dari temuan KADI yang dirilis beberapa waktu lalu.
KADI merekomendasikan BMAD atas impor ubin keramik yang berasal dari Tiongkok dengan tarif maksimal sebesar 199,98 persen.
Trubus mengatakan pemerintah harus berhati-hati mengambil kebijakan tersebut dan terlebih dahulu mengkaji ulang bagaimana dampak BMAD terhadap konsumen atau kepentingan masyarakat luas.
“Pemerintah seharusnya tidak perlu melakukan kebijakan antidumping terburu-buru. Kalau melakukan itu secara sembrono bisa muncul risiko berkepanjangan nantinya. Artinya saya melihat nanti Indonesia akan diperlakukan seperti itu produk-produk dari dalam negeri juga,” kata Trubus, Sabtu (20/7).
Menurut Trubus, kebutuhan keramik dalam negeri masih sangat tinggi di angka 150 juta meter persegi, sedangkan stok produk terbatas yang bisa dipenuhi sebesar 70 juta meter persegi.
Oleh karena itu, tanpa adanya transaksi ekspor dan impor, konsumen akan dirugikan lantaran kebutuhannya tidak terpenuhi.
Minimnya kesediaan barang, lanjut Trubus, pada ujungnya bisa terjadi kelangkaan keramik seperti yang terjadi pada komoditas minyak goreng.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansah mengungkap dampak pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk Tiongkok.
- Harapkan Semua Target Prolegnas 2025 Tercapai, Sultan Siap Berkolaborasi dengan DPR dan Pemerintah
- Halaman Belakang
- WNA China Tewas Kecelakaan di Sungai Musi, Dokter Forensik Ungkap Temuan Ini
- PKN Membantu Pemerintah untuk Mengentaskan Masalah Stunting
- Bertemu Pengusaha RRT, Presiden Prabowo: Kami Ingin Terus Bekerja Sama dengan China
- Temui Para Taipan Tiongkok, Prabowo Amankan Investasi Rp 156 Triliun