Pengamat: Quick Count Puskaptis dan IRC Membingungkan
jpnn.com - JAKARTA - Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Indonesia (UI), Ade Armando melihat ada keanehan yang sulit dibayangkan saat melihat quick count oleh empat lembaga survei, yang hasilnya berbeda dengan hitung cepat delapan lembaga lain yang sudah dikenal kredibilitasnya.
Ade mencontohkan dua dari empat lembaga survei yang dimaksud adalah; Puskaptis dan Indonesia Research Centre (IRC). "IRC, dia adalah lembaga yang dimiliki oleh MNC, tidak masuk di asosiasi manapun," ucapnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (16/7).
Kemudian, lanjut Ade, ada yang menarik sebagaimana disampaikan oleh Prof. Hamdi Muluk, bahwa kantor Puskaptis ini tidak jelas keberadaannya. "Kan nggak bisa dibayangkan kalau seperti itu kan," imbuh Ade.
Dia kemudian menyorot bagaimana dinamika terakhir, usai Poltracking mengungkap alasan pembatalan kontrak penayangan quick count dengan salah satu tv swasta. Ade juga mengaku tak habis pikir, bagaimana bisa saat pelaksanaan Pipres 9 Juli, kontrak antara tv tersebut dengan Puskaptis justru belum jelas.
"Bagaimana bisa melakukan quick count, kalau di hari terakhir saja kontraknya enggak ada. Itu kan sudah sulit dibayangkan bagaimana persiapannya," tandas Ade.
Menurut Ade, kalau quick count dilakukan dengan benar, maka hasilnya tidak akan berbeda signifikan dengan hasil lain pada umumnya.
"Kewajiban kita mencari tahu mana yang salah dan mana yang benar. Tidak bisa kedua hasil yang berbeda itu benar. Semua ini penting sekali untuk dibuktikan. Karena itu, media massa tolong bantu sampaikan ke publik, tegaskan apa yang sebenarnya terjadi," ujar Ade.
Ade, yang merupakan mantan anggota KPI juga menyampaikan sikapnya yang tidak setuju kalau KPI melarang penayangan quick count. Apalagi melarang RRI melakukan dan menyiarkan hasil quick count.
"Yang dilarang itu kalau bohong. Kalau Komisi I sampai memanggil RRI, itu berlebihan dan patut dipertanyakan ada apa. Kalau KPI menegur RRI, kita jadi curiga. Ini negara demokrasi, kita percaya pada UU Pers. Kecuali kalau menyiarkan kebohongan atau fitnah, boleh KPI melarang," pungkas Ade. (adk/jpnn)
JAKARTA - Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Indonesia (UI), Ade Armando melihat ada keanehan yang sulit dibayangkan saat melihat
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- 6 Penasaran soal Gaji Guru Honorer Naik Rp2 Juta, PNS & PPPK 100% Gapok
- Dukung Deklarasi Bersama Istiqlal, UID Serukan Tri Hita Karana Universal
- 5 Berita Terpopuler: Honorer Sudah dapat Pembekalan Kepegawaian, Jangan Lupa Cetak Kartu Seleksi PPPK
- BLU di Bidang Pendidikan Tingkatkan Daya Saing untuk Masa Depan Berkelanjutan
- Ditjen Bina Keuangan Daerah dan KPK Gelar Rapat Koordinadi untuk Membahas Draf MCP Tahun 2025-2026
- 410 Personel Brimob Terima Satya Lencana Dharma Nugraha, Penghargaan Apakah Itu?