Pengamat Sarankan DPR Belajar Etik Kekuasaan

jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Fachry Ali menilai Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) yang saat ini sedang diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) mengindikasikan bahwa UU itu tersebut disusun tidak sesuai dengan aspirasi rakyat. Sebab, UU itu lebih mencerminkan kepentingan elite politik di parlemen.
"Menurut saya, tentang UU MD3 yang kini bergulir di MK, pertanda UU tersebut mengarah kepada kudeta politik elite karena tidak sesuai dengan aspirasi rakyat melalui parpol yang semestinya mempejuangkan aspirasi rakyat, bukan melindungi dirinya," kata Fachri dalam diskusi di kompleks parlemen, Senayan Jakarta, Senin (25/8).
Fahry mengatakan, UU MD3 dipersoalkan karena penyusunannya hanya berdasarkan subjektivitas. Bahkan, Fachry menganggap UU itu mengabaikan etik kekuasaan.
"Saya sarankan agar kesalahan tersebut tidak terulang, anggota DPR mestinya belajar tentang etik kekuasaan," ujarnya.
Lebih lanjut Fachry juga mengkritisi lembaga legislatif yang jarang memikirkan kepentingan bangsa dan negara. Sebab, katanya, para politisi di DPR berjuang berdasarkan kepentingan kelompok.
"DPR itu kan sudah mereka sandera menjadi alat perjuangan kelompok partai-partai politik. Jarang kita menyaksikan DPR itu dijadikan institusi kepentingan bangsa dan negara. Isinya kepentingan kelompok," pungkasnya.(fas/jpnn)
JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Fachry Ali menilai Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Posisi Letkol Teddy di Seskab Langgar UU TNI, TB Hasanuddin: Harus Mundur dari Militer
- TB Hasanuddin Ungkap Beberapa Pasal Menarik Perhatian dalam DIM RUU TNI
- Kanang Desak Bersih-Bersih Total Sebelum Kolaborasi dengan Danantara
- Rustini Muhaimin Menggelar Bakti Sosial saat Bersafari Ramadan ke Gunungkidul
- Kata Said PDIP Soal Masa Jabatan Ketum Partai Digugat: Saya Kira MK Akan Hormati Kedaulatan Parpol
- Asep Wahyuwijaya Nilai Bersih-Bersih di BUMN Energi Harus Total