Pengawasan di Indonesia Mengkhawatirkan
Senin, 16 April 2012 – 08:50 WIB
"Masalah tes kesehatan, tes fisik, maupun tes lainnya itu, menjadi kesadaran klub. Itu tanggung jawab klub," kata Saleh Ismail Mukadar, deputi sekjen PSSI bidang kompetisi, kepada Jawa Pos, kemarin.
Baca Juga:
Guru besar FK Unair Prof Dr dr Rochmad Romdoni SpPD SpJP(K) FIHA FASCC menyatakan bahwa pengecekan pada kondisi jantung olahragawan harus dilakukan dengan seksama. Tidak hanya pesepak bola, namun juga olahragawan pada cabang lain. "Di Belanda, semua olahragawan menjalani general chek up rutin. Plus, pemeriksaan CT Scan atau MRI untuk melihat apakah ada kelainan di otak, treadmill untuk mengetahui kondisi jantung," jelasnya.
Dokter Indra Tjahjono SpKFR, spesialis kedokteran fisik rehabilitasi RS Husada Utama Surabaya menambahkan perlu kiranya mengukur denyut nadi sebelum memulai olahraga. Tindakan tersebut sebaiknya dilakukan sebelum pemanasan. Hasil dari pengukuran denyut nadi itu akan menjadi patokan, bolehkah kita berolahraga.
Untuk menghitung denyut nadi, Indra menunjukkan caranya. Yakni, 220 dikurangi usia. Hasil dari perhitungan tersebut, diambil 75 persennya. Itu adalah jumlah nadi maksimal dari masing-masing individu.
TREGEDI yang menimpa Morosini seharusnya tidak hanya menjadi perhatian insan sepak bola di Italia. Di Indonesia pun, hal itu seharusnya jadi pelajaran.
BERITA TERKAIT
- Banjir Pelatih Asing di Piala AFF 2024, Hanya Ada 1 Lokal
- Luar Biasa! 2 Pemain Non-Pelatnas PBSI Lulus BWF World Tour Finals 2024
- Begini Persiapan Megan C Sutanto Menuju Laga Olimpiade
- Inilah Kontestan BWF World Tour Finals 2024, Ngeri di Tunggal Putra
- Liga Champions: 40 Gol Tercipta di 9 Pertandingan, Gila!
- Liga Champions: Manchester City Gagal Menang di Kandang Sendiri