Pengerahan Massa tak Pengaruhi Hakim MK

jpnn.com - JAKARTA - Dosen komunikasi politik dari Universitas Indonesia (UI), Leli Aryani mengatakan perkara gugatan pilpres yang saat ini berproses di Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan peristiwa hukum, bukan soal politik.
Targetnya menurut Leli, adalah kepastian hukum yang diikuti dengan keharusan memunculkan rasa keadilan.
"Sebuah kepastian hukum tanpa dibarengi dengan keadilan nantinya juga akan berproses lagi secara politik di DPR," kata Leli Aryani, dalam Dialog Pilar Negara "Mempertanyakan Independensi MK dalam Penyelesaian Sengketa Pilpres", di komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (11/8).
Jika Putusan MK tanpa kepastian dan keadilan, lanjutnya, maka MK akan terksiksa di negeri ini. "Para hakim MK akan galau di tengah-tengah masyarakat Indonesia," tegasnya.
Lebih lanjut, dia memuji proses hukum yang ditempuh Prabowo ke MK karena sudah di koridor yang benar. "Prabowo membawa sengketa pilpres ke MK sudah di koridor yang benar. Jika Jokowi yang kalah, pasti akan gugat juga ke MK. Itulah naluri politik," ujarnya.
Hanya saja, dia mengaku sulit memahami langkah kubu Prabowo-Hatta yang mengerahkan massa ke MK.
"Kalau ingin gugatan Prabowo dipenuhi oleh hakim MK, harusnya kubu Prabowo bekerja keras menyiapkan berkas-berkas sebagai barang bukti kecurangan ke MK. Ini malah mengerahkan massa yang pasti tidak akan mempengaruhi sikap hakim dalam mengadili perkara," pungkasnya.(fas/jpnn)
JAKARTA - Dosen komunikasi politik dari Universitas Indonesia (UI), Leli Aryani mengatakan perkara gugatan pilpres yang saat ini berproses di Mahkamah
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Jujurlah, Apa Alasan Pengangkatan PPPK 2024 Maret 2026? Ada 3 Hal Harus Dijelaskan
- Gandeng Komdigi, Mentrans Iftitah Ingin Transformasi Transmigrasi Optimal
- Keluarga Gamma Rizkynata: Hukuman Aipda Robig Harus Maksimal, Jangan Dikurangi!
- RUU Penyelenggaraan Haji dan Umrah Perlu Partisipasi Publik demi Tata Kelola yang Adil
- Ahmad Luthfi: Jawa Tengah Siap Sambut Kedatangan Pemudik Lebaran 2025
- Warga Kampung Bayam yang Menempati Rusun Harus Bayar Rp 1,7 Juta per Bulan