Pengesahan Revisi UU KPK Ugal-ugalan, Kacau

Namun, Agil tidak melihat DPR melakukan hal itu. Bahkan, lembaga yang terdampak langsung dari Revisi UU KPK tidak pernah diajak membahas.
"UU KPK ini tidak disebarluaskan. Jangankan kami pegiat antikorupsi, lembaga KPK-nya saja sebagai objek yang akan diatur, tidak dilibatkan," terang dia.
Selanjutnya, ucap dia, Revisi UU KPK bertentangan dengan Pasal 96 UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan dengan partisipasi publik.
Menurut Agil, DPR selalu bilang tidak butuh masukan dari Revisi UU KPK. Ucapan tersebut tentang bertentangan dengan fakta bahwa peraturan perundang-undangan harus memiliki legitimasi di mata rakyat.
Bayangkan, ketika pembahasan, berkali-kali DPR bilang kami tidak butuh lagi masukan masyarakat. Karena kami memiliki legalitas. Jadi mereka membenturkan antara legalitas dengan legitimasi.
"UU yang baik, adalah UU yang mendapat legitimasi tinggi dari rakyat. Artinya UU memiliki legitimasi dan legalitasnya di implementasikan oleh DPR dalam bentuk pengesahan UU," timpal dia. (mg10/jpnn)
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Agil Oktaryal menyindir proses pengesahan Revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau Revisi UU KPK
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan
- Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir Sampaikan Usulan Guna Mitigasi Kebijakan Tarif Resiprokal AS
- Rudi Hartono Bangun: Kebijakan AS Harus Disikapi dengan Hati-Hati
- Ini Respons Dasco atas Kebijakan Trump soal Tarif Impor
- Komisi VI DPR Sidak Jasa Marga, Pastikan Kesiapan Arus Mudik Lebaran 2025
- Misbakhun Buka-bukaan Data demi Yakinkan Pelaku Pasar di Bursa
- Aksi Tolak RUU TNI Masih Berlangsung, Sejumlah Pedemo Dibawa Sukarelawan Medis