Penghapusan Pasal Larangan TNI Berbisnis Dianggap Kemunduran Reformasi

Penghapusan Pasal Larangan TNI Berbisnis Dianggap Kemunduran Reformasi
Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf. Foto: dok. Centra Initiative

Termasuk keterlibatan dalam perampasan tanah adat Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI) oleh PTPN II di Sumut (2020), Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener, Wadas (2021), PSN Smelter Nikel CNI Group Sulawesi Tenggara (2022), PSN Rempang Eco City Batam (2023), hingga PSN Bendungan Lau Simeme di Sumut (2024).

Contoh lainya adalah dalam temuan Penelitian Koalisi Masyarakat Sipil yang berjudul “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya (2021)” ditemukan adanya hubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung mengenai penambahan prajurit TNI di Intan Jaya dengan pengamanan perusahan-perusahaan di sana.

"Praktik pengamanan ini menurut catatan Koalisi Masyarakat Sipil akan meletakan Prajurit TNI berhadapan secara langsung dengan masyarakat yang sedang bersengketa dengan perusahaan, tidak jarangan praktik pengamanan menimbulkan kekerasan," tuturnya.

Maka dari itu, kata Al Araf, sudah sepatutnya yang dilakukan negara bukanlah merevisi UU TNI dengan mencabut larangan berbisnis bagi prajurit TNI, tetapi memastikan kesejahteraan prajurit terjamin dengan dukungan anggaran negara bukan dengan memberikan ruang tentara untuk berbisnis.

"Praktik ini terbukti menyebabkan profesionalisme prajurit menjadi rusak seperti era Orde Baru. Selain itu, militer harus jelas alokasi anggaran pertahanannya untuk memastikan Alutsista yang modern dan kesejahteraan prajurit," ujar Al Araf.(fat/jpnn)

Koalisi masyarakat sipil menilai usulan penghapusan pasal larangan TNI berbisnis merupakan kemunduran reformasi di tubuh TNI.


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News