Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Korupsi CPO Dinilai Tidak Sah

Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Korupsi CPO Dinilai Tidak Sah
Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai penghitungan kerugian keuangan negara terhadap kasus korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak sah. Ilustrasi. Foto: Ricardo/JPNN.com

"Karena unsur yang sangat mempengaruhi terbukti atau tidaknya korupsi adalah kerugian negara. Yang jadi persoalan adalah apakah kerugiannya itu kerugian bisnis atau dicuri secara melawan hukum. Negara juga bisa bisnis, jadi hubungan dengan pihak swasta itu bisa hubungannya bisnis, jadi kalau kerugiannya karena bisnis itu bukan kerugian negara karena korupsi," kata Fickar.

Penasihat hukum tersangka korporasi kasus CPO, Marcella Santoso menegaskan tuduhan tindak pidana korupsi harus didasarkan pada bukti kerugian negara hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam kasus ini, Marcella menyebut kerugian negara didasarkan pada perhitungan ahli, bukan BPK.

"Frasa dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 UU Tipikor harus dibuktikan dengan kerugian keuangan negara yang nyata atau actual loss, bukan potensi atau perkiraan kerugian keuangan negara atau potensial loss," kata Marcella.

Marcella menambahkan hingga saat ini belum ada hasil perhitungan kerugian negara oleh BPK baik dalam perkara terdahulu, yang sudah berkekuatan hukum tetap maupun perkara yang kini tengah diusut Kejagung.

"Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2016, hanya BPK yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian negara. Bahkan BPKP pun tidak boleh menyatakan ada tidaknya kerugian negara," ujar Marcella.

Diketahui Kejagung menetapkan Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group sebagai tersangka korporasi kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit periode Januari 2022 hingga April 2022.

"Jadi, penyidik Kejaksaan Agung, pada hari ini juga menetapkan tiga korporasi sebagai tersangka. yaitu korporasi Wilmar Group, yang kedua korporasi Permata Hijau Group. Yang ketiga korporasi Musim Mas Group," ujar Ketut pada Kamis (15/7).

Kerugian yang dibebankan berdasarkan keputusan kasasi dari Mahkamah Agung yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap adalah Rp6,47 triliun dari perkara minyak goreng. (tan/jpnn)


Pengamat menilai yang memiliki kewenangan menghitung kerugian keuangan negara hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News