Pengikut Dimas Bertahan di Tenda-tenda, Menunggu Perintah Gaib

Bagaimana dengan salawat fulus? Ibrahim langsung menampiknya. Menurut dia, secara institusional, padepokan tak pernah mengajarkan salawat itu secara resmi.
’’Jika kemudian ada di antara para santri yang mengamalkan, itu urusan santri sendiri. Sama juga di ponpes lain, kadang ada salawat seperti itu. Tapi, itu bukan resmi padepokan,’’ tandasnya.
Lalu, bagaimana dengan bolpoin laduni dan benda-benda yang diklaim hasil penarikan gaib lainnya?
’’Itu opsional. Tidak diwajibkan kepada para santri. Memang benda-benda itu berasal dari gaib, tapi tidak diwajibkan. Santri mau beli silakan, kalau tidak juga tidak apa-apa,’’ tambahnya.
Menurut Ibrahim, pemerintah tak bisa turut campur dan kemudian men-judge padepokan itu mengajarkan ajaran sesat.
’’Secara institusi, tak ada hal yang kami langgar. Ajaran yang kami sampaikan tidak ada yang melawan pemerintah. Bahkan, selalu di awal acara kami selalu menyanyikan lagu Indonesia Raya. Lalu, kenapa kemudian dianggap seperti pengungsi (Gafatar)?’’
Ibrahim mengatakan, harus dipilah antara urusan hukum yang melibatkan Dimas Kanjeng Taat Pribadi dan padepokan.
’’Soal hukum, tentu kami patuh. Tapi, jika kemudian padepokan disangkut-sangkutkan dan dianggap sesat, itu lain ceritanya,’’ tandas dia. (*/c5/c10/ari)
DIMAS Kanjeng Taat Pribadi telah berstatus sebagai tersangka kasus pembunuhan dan penipuan. Namun, masih banyak pengikutnya bertahan di tenda-tenda
- Semana Santa: Syahdu dan Sakral Prosesi Laut Menghantar Tuan Meninu
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu