Penguasa Bebal, Perlawanan Makin Radikal
Rabu, 21 Desember 2011 – 11:57 WIB
Tragedi Mesuji akhirnya memang menjadi pelengkap catatan akhir tahun tentang ketidakperdulian rezim ini terhadap nasib dan hak-hak warga negaranya. Dari Mesuji pula kita jadi tahu betapa korupsi yang sudah merasuk ke tulang sumsum kekuasaan, mengakibatkan negara dilanda osteoporosis ganas, hingga melumpuhkan sendi-sendi hukum di negeri ini.
Baca Juga:
Korupsi sungguh telah menghancurkan etika, akhlak dan moral para penyelenggara negara. Itulah sebabnya penguasa tak bisa lagi bicara, melihat, dan mendengar derita rakyatnya. Maka ketika penguasa semakin bebal, perlawanan rakyat menjadi semakin radikal. Bila puluhan warga Riau di depan gedung DPR/MPR Senayan menjahit mulut, ribuan warga Lambu memilih melawan dengan menduduki pelabuhan Sape di Bima, NTB. Mereka tak berhitung lagi soal nyawa yang bakal jadi taruhannya, yang sewaktu-waktu bisa melayang akibat aparat yang berkomplot dengan musuh rakyat semakin represif.
Di kalangan aktivis mahasiswa, ada Sondang yang melakukan perlawanan dengan "menyalakan tubuhnya" di depan Istana Presiden Yudhoyono untuk menjelaskan kepada kita bahwa pusat persoalan bangsa ada di situ. Belakangan kita juga mendengar, dalam aksi menentang rezim korup, beberapa aktivis kampus melemparkan "tinja" kepada aparat yang melindungi penguasa. Ada juga yang mau menyatroni dan melempari “tinja” rumah dan kendaraan para koruptor yang sudah terbukti kejahatannya yang tak bisa disentuh tangan-tangan hukum.
Niat para aktivis yang kini mulai bergolak di kampus-kampus itu, memang masih bisa digagalkan aparat yang melindungi para pejabat korup itu. Tapi sampai kapan aparat negara yang digaji rakyat bisa terus membela para penjahat?