Pengungsi Rohingya Minta Mahkamah Pidana Internasional Bersidang di Asia
Pria berusia 24 tahun ini melarikan diri bersama sekitar 20.000 warga lainnya, setelah desanya diserang dengan tembakan dan roket pada Agustus 2017.
Muhammed mengaku jika sejumlah anggota keluarganya tertembak dan rumahnya dibakar dan rata dengan tanah.
"Ketika mereka mulai meledakkan, satu ledakan seperti roket, keluarga saya sangat ketakutan," katanya.
"Sebagian besar warga terluka, sebagian ditembak, ada yang berdarah-darah," jelasnya.
Menurutnya, bila proses persidangan ICC digelar dekat dengan lokasi korban, bukan di Kota Den Haag, maka akan lebih banyak orang lain yang ingin bersaksi.
"Jika persidangan digelar di Asia maka setiap korban dapat secara terbuka menyampaikan keterangan di depan majelis hakim," kata Mohammed.
Kate menambahkan Mahkamah juga bisa lebih dekat dengan bukti-bukti, lokasi, dan saksi.
"Kita juga tidak perlu membebani para korban untuk mengeluarkan biaya bepergian ke negara asing ini," katanya.
Para penyintas dugaan genosida yang dilakukan pemerintah dan aparat militer Myanmar meminta agar Mahkamah Pidana Internasional menggelar persidangan kasus ini lebih dekat dengan lokasi kejadian
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan
- Dunia Hari Ini: Konvoi Truk Bantuan Untuk Gaza Dijarah Kelompok Bersenjata