Pengurus Parpol Tak Bisa jadi Jaksa Agung Dinilai Tepat, Ini Sebabnya
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat hukum tata negara Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah mendukung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pengurus partai politik (parpol) dilarang menjabat Jaksa Agung.
"(Putusan, red) itu sudah tepat. Anasir politik harus dijauhkan dari Kejaksaan sekaligus untuk menghindari konflik kepentingan antara Jaksa Agung dengan genealogi kekuasaan," katanya saat dihubungi di Jakarta, Minggu (3/3).
Seba, ada beberapa risiko yang akan dihadapi ketika Jaksa Agung diisi pengurus parpol, salah satunya adalah rawan intervensi.
"(Kejaksaan, red) bisa digunakan (untuk) menggebuk lawan politik kalau genealogi politiknya dari parpol," jelasnya.
Oleh karena itu, Hamzah mendukung putusan MK tersebut. Apalagi, Kejaksaan adalah institusi penegak hukum.
"Ini domain hukum, ya, tidak boleh dipimpin orang politik. Mesti ada masa jeda atau cooling down," ucap dia.
MK sebelumnya memutuskan pengurus parpol dilarang menjabat jaksa agung. Dengan demikian, syarat menjadi pimpinan Kejaksaan dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 ditambah tidak terafilisasi dengan partai.
MK memutuskan demikian lantaran pengurus parpol dimaknai sebagai orang yang memilih mendekatkan diri lebih dalam ke sebuah partai. Ketentuan itu diperlukan guna mencegah konflik kepentingan.
Pengamat hukum tata negara Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah mendukung putusan MK soal pengurus parpol tak bisa jadi Jaksa Agung
- Polda Sumsel & Kejaksaan Berkoordinasi di Kasus Penganiayaan Dokter Koas
- Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Dicopot dari Jabatan Imbas Dugaan Kasus Korupsi
- Kantor Dinas Kebudayaan DKI Digeledah Kejaksaan, Ada Kasus Apa?
- MK Didorong Saring Perkara Perselisihan Pilkada yang Bukan Kewenangannya
- Tim RIDO tak Ajukan Gugatan ke MK, Todung Mulya Lubis Merespons Begini
- PPP Terbuka Menerima Jokowi Bergabung, Tetapi Harus Sesuai Aturan