Pengusaha Smelter Belum Patuhi Harga Patokan dari Pemerintah

jpnn.com, JAKARTA - Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) meminta kepada pengusaha smelter agar mematuhi harga patokan mineral (HPM) saat membeli nickel ore atau bijih nikel.
APNI memprotes karena mereka belum membeli biji nikel dari pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) sesuai dengan regulasi dan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum APNI, Insmerda Lebang yang melihat pengusaha smelter membeli nikel kepada penambang di bawah HPM.
Insmerda mengaku gerah karena mereka masih mengabaikan regulasi dari pemerintah.
“Jangan begitulah (jangan membeli di bawah harga HPM, red). Kan sudah ada patokan harganya. APNI hadir untuk menjadi penengah dan membantu para penambang,” tegas Insmerda.
Penambang nikel menyayangkan sikap pihak smelter selaku pembeli karena harga nikel tidak sesuai arahan pemerintah, yaitu berdasarkan FoB atau Free on Board atau harga dibeli di atas kapal tongkang sehingga biaya asuransi dan angkutan ditanggung pembeli.
Kenyataannya, harga nikel yang diberlakukan smelter saat ini adalah sistem CIF atau Cost Insurance and Freight yaitu biaya angkutan dan asuransi dibebankan kepada penjual.
Seharusnya sesuai regulasi pemerintah, mereka membeli dengan sistem FoB, yaitu menanggung seluruh biaya angkutan dan asuransi yaitu sekitar USD 4 per ton.
Penambang nikel menyayangkan sikap pihak smelter selaku pembeli karena harga nikel tidak sesuai arahan dari pemerintah.
- Pro dan Kontra Soal Usulan Revisi Tarif Royalti Komoditas Mineral
- FINI Menolak Wacana Kenaikan Royalti Nikel, Soroti Dampak Ekonomi
- Kementerian ESDM Sebut Smelter Ceria Group Membanggakan, Begini Penjelasannya
- Bea Cukai Ternate Kawal Ekspor Perdana 600,4 Metrik ton Nikel Cathode ke 3 Negara
- Perusahaan Nikel Membekali Siswa SMA dengan Pelatihan Penambangan
- Dorong Hilirisasi Nikel Nasional, Smelter Merah Putih Siap Beroperasi di Kolaka