Penjelasan Airlangga soal JHT Malah Beri Harapan Palsu kepada Pekerja

Penjelasan Airlangga soal JHT Malah Beri Harapan Palsu kepada Pekerja
Menko Airlangga Hartarto. Foto dok Biro Kemenko Perekonomian

"Kalau JKP kan program pemerintah. Itu, kan, [ada karena regulasi] turunan Undang-Undang Cipta Kerja, PP (Peraturan Pemerintah) 37/2021," jelasnya.

"Uang dana JHT adalah uang buruh/pekerja, tidak ada satu sen pun uang pemerintah di sana, jadi tidak boleh ada pengaturan-pengaturan dalam bentuk 'penahanan'. Kalau mereka di tengah jalan di-PHK sebelum usia pensiun, siapa yang menghidupi mereka selanjutnya?" imbuh dia.

Apalagi, ungkap Sumirah, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan UU Ciptaker inskonstitusional bersyarat saat menguji formil beleid tersebut. Pemerintah pun diminta tidak menerbitkan peraturan turunannya, terlebih mengatura hal-hal yang berdampak luas.

"Jadi, pakai logika, akal sehat saja, orang awam sekalipun dapat melihat, kalau PP 37/2021 itu seharusnya tidak terbit karena berdampak luas, melanggar putusan MK," tegasnya.

Selain itu, tambah Sumirah terlalu banyak persyaratan agar para pekerja dapat menerima manfaat JKP. Para buruh harus terdaftar pada empat program BPJS Ketenagakerjaan dan sebelumnya sudah aktif minimal satu tahun sebagai peserta, misalnya.

"Dana JKP juga belum ketahuan bentuknya, kan, baru launching besok (Selasa, 22/2)," katanya.

Dicontohkannya dengan sekitar 500-an buruh yang telah di-PHK sejak 2020 dan sampai sekarang belum mendapatkan hak pesangonnya, yang ditarik mencapai Rp1 miliar secara kumulatif.

"Nasib mereka saja terkatung-katung, mereka sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Makanya, kami terus perjuangkan haknya sampai sekarang," tuturnya.

Presiden DPP Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirah, menyatakan, tiga manfaat pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) pada usia pensiun (56 tahun)

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News