Penolakan Gereja Terjadi Lagi, Teddy Gusnaidi: Jangan Khianati Konstitusi!
jpnn.com, JAKARTA - Juru bicara Partai Garuda Teddy Gusnaidi angkat bicara soal penolakan pendirian gereja yang terjadi di Kota Cilegon, dan kasus seperti ini bukan kali pertama yang terjadi di negeri.
Dia sangat menyesalkan wali kota setempat yang ikut menandatangani penolakan pendirian gereja di wilayahnya yang diprakarsai oleh kelompok yang menamakan diri sebagai Komite Penyelamat Kearifan Lokal Kota Cilegon.
Menurut Teddy, jika wali kota menolak pembangunan rumah ibadah karena ada aturan yang belum dijalankan merupakan hal yang wajar karena sebagai pemimpin harus menegakkan aturan.
"Kalau wali kota ikut menandatangani penolakan, ini yang tidak wajar, karena sudah bukan lagi urusan aturan, tetapi urusan like dislike," kata Teddy Gusnaidi melalui keterangan, Selasa (13/9).
Dia menegaskan sebagai kepala daerah, seharusnya wali kota meluruskan bahwa berdasarkan amanat UUD 45 secara tegas menjelaskan negara menjamin peribadatan rakyat.
"Bukan malah ikut menandatangani petisi penolakan," sesalnya.
Teddy pun meminta semua kepala daerah, termasuk Wali Kota Cilegon Helldy Agustian memiliki tugas untuk mengingatkan kepada masyarakatnya bahwa ada konsekuensi hukum yang bakal dihadapi jika ada yang menggunakan kekerasan untuk menghalangi pembangunan rumah ibadah.
"Saya yakin, sekelas wali kota tentu paham bahwa hal itu tidak dapat dibenarkan di negara Pancasila," kata Teddy lagi.
Juru bicara Partai Garuda Teddy Gusnaidi menyebut penolakan gereja yang kembali terjadi mengkhianati konstitusi
- 3.667 Personel Satpol PP Siap Amankan Perayaan Natal di 674 Gereja di Jakarta
- Refleksi Akhir Tahun, BPIP Komitmen Jaga dan Kuatkan Pembinaan Ideologi Pancasila
- Budayakan Kesadaran Berkonstitusi, Plt Sekjen MPR Sebut Pelibatan Mahasiswa Sangat Penting
- Wamentrans Viva Yoga Sebut Minat Masyarakat Indonesia jadi Transmigran Sangat Tinggi
- Ada Usul Polri di Bawah Kemendagri, Hendardi Singgung Amanat Reformasi
- Siti Fauziah Sampaikan Bukti MPR Telah Jadikan UUD 1945 sebagai Konstitusi yang Hidup