Penunggang Gajah, Agama, dan Politik
Oleh Dhimam Abror Djuraid

Haidt berpendapat bahwa tidak mungkin mengubah kubu atau pandangan seseorang, apalagi pandangan moral, hanya dengan argumentasi logis atau data. Kita harus menyentuh intuisi yang lain, kita harus berupaya menggerakkan sang gajah.
Hal ini butuh waktu yang lebih lama. Namun, kemungkinan berhasilnya juga lebih besar.
Untuk itu, hal penting yang dibutuhkan ialah empati. Kita perlu selalu mencoba mencari dan menemukan persamaan ketimbang menonjolkan perbedaan.
Manusia secara naluriah lebih suka membentuk kelompok yang membuat nyaman karena ada kesamaan. Naluri itu tidak bisa dihindari atau dipadamkan sama sekali.
Namun, kita bisa memperluas batas kelompok. Kita bisa meluaskan cakupan kelompok.
Awalnya, secara alami manusia hanya peduli kepada kerabat terdekat saja. Namun kita kemudian bisa peduli kepada rekan sekampung, atau kelompok etnis, atau kelompok agama, atau kelompok hobi dan olahraga.
Idealnya kita terus meluaskan empati pada kelompok yang semakin besar, yang mencakup makin beragam anggota, seperti kelompok kebangsaan, lalu kelompok kemanusiaan.
Mungkin ini terasa sebagai angan-angan yang jauh. Mungkin ini lebih mirip khayalan, seperti yang disenandungkan John Lenon dalam lagu Imagine.(***)
Satu kadrun, lainnya cebong. Isu apa pun yang muncul hampir selalu membelah opini bangsa ini menjadi dua kubu yang berhadap-hadapan secara detrimental.
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Disaksikan Presiden Prabowo, BAZNAS Salurkan 5 Program Pemberdayaan bagi Mustahik
- Soroti Pengelolaan Zakat, Prabowo: Harus Sampai ke Rakyat yang Membutuhkan
- Apresiasi Kinerja BAZNAS, Presiden Prabowo: Terima Kasih
- Evaluasi Semester I Pemerintahan Prabowo – Gibran, Panca Pratama: Publik Merasa Puas
- Presiden Prabowo dan Wapres Gibran Tunaikan Zakat melalui BAZNAS
- Survei Trust Indonesia: Ketidakpuasan Terhadap Kinerja Prabowo-Gibran Sangat Tinggi