Penyandang Difabel di Indonesia Masih Merasa Dianggap Beban Masyarakat

Berbeda dengan Thamrin dan Lutfi yang sudah bekerja sebagai dosen, Laura Dinda masih menjadi mahasiswi Fakultas Psikologi UGM sejak tahun 2017.
Laura menggunakan kursi roda karena ketika berusia 15 tahun, setelah dia jatuh terpeleset di kamar mandi menjelang lomba Pekan Olahraga Daerah Jawa Tengah.
"Satu bulan kemudian saya mengalami kesakitan pada bagian paha. Saya akhirnya meminta untuk dibawa ke rumah sakit."
"Setelah tiga hari opname akhirnya ditemukan bahwa tulang belakang saya patah dan beberapa pecahan tulangnya menusuk saraf paha bagian kanan.
Karena keterlambatan penanganan dan adanya kompliklasi saraf, saya akhirnya mengalami disabiltas," kata Laura kepada ABC Indonesia.
Laura sudah menekuni cabang olahraga renang sejak kecil dan menggunakan jalur olahraga prestasi untuk bisa masuk ke perguruan tinggi seperti UGM dimana kedua orangnya juga pernah mengenyam pendidikan di tempat yang sama.
Setelah menjadi mahasiswa, Laura masih aktif sampai saat ini sebagai atlet renang .
"Setelah menjadi difabel, saya pertama kali mengikuti lomba lagi pada PEPARNAS (Pekan Paralimpiade Nasional) XV 2016 dan mendapatkan 2 emas 1 perak," katanya.
Memperingati Hari Difabel Internasional yang jatuh pada 3 Desember setiap tahunnya, ABC Indonesia berbicara dengan mereka yang hidup dengan disabilitas dan aktif di perguruan tinggi
- Paus Fransiskus, Pemimpin Gereja Katolik yang Reformis, Meninggal Dunia pada Usia 88 tahun
- Dunia Hari Ini: PM Australia Sebut Rencana Militer Rusia di Indonesia sebagai 'Propaganda'
- Sulitnya Beli Rumah Bagi Anak Muda Jadi Salah Satu Topik di Pemilu Australia
- Rusia Menanggapi Klaim Upayanya Mengakses Pangkalan Militer di Indonesia
- Dunia Hari Ini: Siap Hadapi Perang, Warga Eropa Diminta Sisihkan Bekal untuk 72 Jam
- Rusia Mengincar Pangkalan Udara di Indonesia, Begini Reaksi Australia