Penyandang Disabilitas di Indonesia Mengalami Kesulitan Tambahan Saat Pandemi

Dua ribu kilometer dari Bogor, tepatnya di Nusa Tenggara Timur (NTT), banyak warga difabel yang juga kesulitan mencari kerja.
Menurut sebuah survei yang diadakan oleh Jaringan Organisasi Penyandang Disabilitas Respon Covid-19, dari 205 responden difabel di NTT, hanya 22 persen di antaranya yang berpendapatan tetap.
Pandemi COVID-19 memperparah keadaan 50 persen warga difabel di provinsi tersebut, yang tidak atau belum memiliki penghasilan.
Yafas Aguson Lay, yang tangan kanannya harus diamputasi sejak 20 tahun yang lalu, adalah salah satu penyandang disabilitas yang saat ini tidak bekerja..
Karena sempat digaji di bawah UMR dan sering bekerja hingga larut malam, Yafas yang pada saat itu bekerja di perusahaan periklanan memutuskan untuk berhenti bekerja.
Saat ini, ia mengandalkan pendapatan dari istri, sementara ia melanjutkan kuliah S1 Hukum di Universitas Terbuka NTT.
Ia juga aktif sebagai direktur eksekutif dalam organisasi penyandang disabilitas bernama GARAMIN.
"Kalau di Kupang, memang pekerjaan teman-teman difabel belum terlalu luas juga jangkauannya," kata pria berusia 33 tahun tersebut.
Sebagai seorang penyandang disabilitas, Ita Alimenia menyadari kepulangannya ke Indonesia setelah dua setengah tahun belajar di Australia butuh banyak persiapan
- Paus Fransiskus, Pemimpin Gereja Katolik yang Reformis, Meninggal Dunia pada Usia 88 tahun
- Dunia Hari Ini: PM Australia Sebut Rencana Militer Rusia di Indonesia sebagai 'Propaganda'
- Sulitnya Beli Rumah Bagi Anak Muda Jadi Salah Satu Topik di Pemilu Australia
- Rusia Menanggapi Klaim Upayanya Mengakses Pangkalan Militer di Indonesia
- Hemofilia dan VWD Perlu Diwaspadai Meski Prevalensinya Rendah
- Dunia Hari Ini: Siap Hadapi Perang, Warga Eropa Diminta Sisihkan Bekal untuk 72 Jam