Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Dinilai Bakal Suburkan Rokok Ilegal

Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Dinilai Bakal Suburkan Rokok Ilegal
Tumpukan rokok ilegal yang disita petugas Bea Cukai Sidoarjo. ilustrasi. Foto: Dokumentasi Bea Cukai

"Menurut saya, yang utama adalah harga rokok yang sangat tinggi, juga dibarengi oleh budaya rokok sebagai alat sosial di masyarakat,” kata dia.

“Selain itu, penegakan hukum terhadap produsen rokok juga masih lemah," lanjut Wawan.

Terkait data rokok ilegal, survei yang dilakukan oleh Indodata selama periode 13 Juli hingga 13 Agustus 2020 di 13 kota provinsi di Indonesia mengungkapkan bahwa 28,12 persen dari 2.500 responden di Indonesia mengonsumsi rokok ilegal.

Direktur Eksekutif Indodata Danis TS Wahidin menjelaskan bahwa survei itu dilakukan untuk mengkaji hubungan antara tingginya cukai rokok resmi dan peredaran rokok ilegal.

Kenaikan harga rokok, kata dia, memengaruhi perilaku perokok, tapi tidak berhenti merokok.

“Yang terjadi adalah peralihan dari rokok premium ke rokok standar, bahkan masyarakat perokok itu berpindah menjadi mengonsumsi rokok ilegal," turur Danis beberapa waktu lalu.

Danis juga menambahkan bahwa jika konsumsi rokok ilegal tersebut dikonversi dengan pendapatan negara yang hilang, angkanya bisa mencapai Rp 53,18 triliun.

Temuan tersebut menunjukkan bahwa peredaran rokok ilegal masih menjadi masalah serius yang memerlukan perhatian lebih dari pemerintah.

Wawan Hermawan mengatakan penyederhanaan tarif cukai tersebut akan menurunkan minat terhadap rokok legal, dan menyuburkan rokok ilegal

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News