Peran Perempuan di Politik Baru Sebatas Demokrasi Prosedural

Untuk mengurai masalah peran perempuan, Anggota Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin menyarankan perlunya affirmative action untuk perempuan adalah pengarusutamaan gender.
“Kesadaran perempuan tentang kebangsaan sudah ada sejak 1920-an, bahkan sejak era kerajaan sudah ada ratu-ratu yang berkuasa,” kata Mariana.
Affirmative action adalah salah satu bentuk revolusi yang lahir dari era reformasi, terang Mariana.
Lebih lanjut Mariana menyoroti menguatnya fundamentalisme agama yang mengancam isu-isu perempuan.
“Isu-isu progresif mudah dibalikkan, apalagi dikendarai oleh pihak-pihak tertentu serta mudah mengambil hati masyarakat,” kata Mariana.
Secara umum, Mariana menganggap persoalan gender harus dikaitkan dengan persoalan keadilan, dan pengakuan terhadap beragamnya identitas perempuan yang memungkinkan adanya kompetisi antarindividu.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia, Raja Juli Antoni, sebagai partai milik anak muda, kebijakan PSI juga mendorong partisipasi politik perempuan.
Di antaranya dengan menempatkan perempuan pada posisi-posisi penting partai.
“Di DPP ada 9 orang pengurus, hanya 3 yang laki-laki, dan di seluruh tingkatan struktur keterwakilan perempuan di atas 40 persen,” lanjut Toni.
JPNN.com JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Angraini mengatakan, perjuangan perempuan untuk mendapatkan
- PAN Dukung Prabowo Jadi Capres 2029, Ahmad Sahroni: Masih Dini untuk Bicara Pilpres
- Sahroni Nilai Pertemuan Sespimmen Polri dengan Jokowi Kurang Pas, Begini Alasannya
- Buka Pendidikan untuk Kader Muda Golkar, Bahlil Sebut Misbakhun Sosok Pemenang
- Irving Siap Cabut Gugatan PSU Pilkada Siak yang Diajukan Wakilnya di Sidang Perdana
- Hari Kartini, Widya Desak Pemulihan Hak Perempuan eks Pemain Sirkus yang Dieksploitasi
- PAN Belum Dukung Gibran, Deddy PDIP: Mungkin Mereka Punya Kader Mendampingi Prabowo