Perang Hati-Hati
Oleh: Dahlan Iskan
Udin Salemo
Abah tak akan menulisnya. Untuk kasus seperti itu abah itu penakut.
rosihan ridlo
Setelah melihat postingan ini, sya jadi teringat kisah sya dulu waktu naik angkot,kebetulan di dalam angkot ada ibu muda sedang menyusui ankny yg masih kecil, tiba2 anakny mulai menangis dn berhenti nyusu,si ibu mulai mengancam anakny "jangan nangis ntar klo nangis susuny ta kasih om itu loh" sambil nunjuk saya..anakny kembali nyusu,sesaat kemudian anakny kembali menangis lg, dn ibu muda tersebut kembali memberi ancaman yg sama dn anakny diam dn kembali menyusu,hal tersebut terus saja terulang hingga sya kesal dn bertanya sm si ibu muda tersebut ""maaf bu ,sebenarnya sya bakal di kasih nyusu gaksihh?? Masalahnya rumah sya udh lewat 3 kilo dari sini
Ibnu Kembar
Mengapa olehnya menyalip menunggu ada tikungan. Dalam perjalanan jauh, orang banyak memilih lewat jalan tol. Jadi ngak akan menyalip, karena di tol tidak ada tikungan....
CuNur Yani
angger-angger keneh = keneh-keneh kehed = eta-eta keneh = sami wae = sami keneh wae = ya begitulah.
Alexs sujoko sp
Ada lagi yang lagi rame product dari China : lampu LED. Semua jenis yang dulu dikuasai oleh dua jagoan Philips dan Osram, sekarang begitu merajalelanya di toko listrik product - product China tersebut. Yang kita anggap aneh adalah Merknya banyak macam, dari pengecekan saat beli coba saya teliti, ternyata isi ( lampu lednya ) semua product " Made In China", dan kemasan luarnya ( pembungkus kertasnya ) bikinan lokal daerah di Indonesia. Jadi kayak productnya Bang Amat di Banjarmasin pakai Merk PIAN, di Surabaya punya Om Leong pakai Merk INTRA. Mungkin yang di Purwokerto atau yang di Tegal punya Mr. Xi bisa pakai Merk KEPRIWE atau Merk NGAPAK. Terserah dari mana mereka - mereka mengemas lampu - lampu tersebut. Dan masalah kualitas juga sangat jauh dari dua pioner di atas, namun dari sisi harga bisa separonya, bahkan sepertiga dari harga Philips dan Osram. Monggo sebagai konsumen, mau pilih yang mana ? Sedikit gemesnya kok kita dibanjiri product China, dan Indonesianya mana tenggelam oleh serbuan mereka. Perlindungannya di mana ???????
Mr. De
"Tau kan Dul, jalan tol nanti itu lewat tanahku kan? aku mau beli motor baru. Motor lama tak kasihkan kamu Dul." ujar Sono sambil nyeruput kopinya. "Ah, moso Son?" tanya Ngapdul dengan wajah berharap sangat. "Ingat pesan mbah-mbah e dewe Dul. Ojo kagetan, ojo gumunan, ojo dumeh!" jawab Sono tanpa menghiraukan wajah Ngapdul yang tersenyum kecut.
Mirza Mirwan
Siang di warung Yu Jenap. "Lagi baca berita apa fesbukan, Mas, kelihatannya kok serius amat?" tanya Marsudi kepada sejawat Ngapdul yang piring kotornya belum diambil Tiah, pembantu Yu Jenap. Tukang ojek yang usianya paling tinggi baru 25 tahun itu menoleh ke samping, arah datangnya pertanyaan. Demi tahu yang bertanya adalah Pak Sekcam, tukang ojek itu tersenyum. "Hehehe...nganu, lagi baca tentang mobil listrik yang katanya sekali cas bisa menempuh 1000km, Pak." "Oh, yang di Disway hari ini?" tanya Marsudi, yang ternyata bukan anak atau keponakan Mbah Mars. "Hehehe ... benar, Pak. Sepertinya Pak Sekcam juga pecandu Disway nih!" "Bisa dibilang gitu, Mas. Tapi saya makan dulu ya, terusin bacanya!" ujar Marsudi seraya menerima piring nasi rames yang disorongkan Tiah. "Silakan, Pak," kata sejawat Ngapdul yang namanya berbau India, Arjun -- mungkin bapaknya dulu penggemar film India "Mobil listrik," kata Marsudi sambil mengambil tisu seusai makan, lalu mengusap-usapkannya di sekitar mulut. "Sampeyan tahu apa itu listrik?" tanyanya kemudian. Arjun tertawa sebelum menjawab: "Ya tahulah, Pak! Wah, Pak Sekcam ini ngenyek, mentang-mentang saya hanya tukang ojek." "Jadi.... listrik itu apa?" Marsudi mengulang pertanyaannya. "Itu, itu dan itu 'kan listrik, Pak," Arjun menunjuk ke arah colokan dan dua lampu di plafon yang tidak nyala. "Itu 'kan cuma gejala adanya listrik, Mas. Listriknya sendiri yang mana?" Arjun menggaruk-garuk kepalanya. "Lha terus yang mana, Pak?" tanyanya. "Listrik itu seperti pemerintah, Mas. Gejalanya bisa dilihat, tapi wujudnya tidak bisa dituding dengan jari." "Kamsud, eh, maksudnya gimana, Pak Sekcam? Saya kok nggak ngeh, nggah ngerti!" "Gini lho, Mas. Gejala adanya pemerintah itu ada kantor kelurahan, kecamatan, balaikota, dinas ini, dinas itu, kementerian ini dan itu, bahkan sampai kantornya presiden. Tetapi kalau, misalnya, sampeyan menunjuk saya sebagai pemerintah, itu salah. Wong saya punya KTP, artinya saya ini penduduk, rakyat. Sampeyan menunjuk Pak Jokowi sebagai pemerintah, juga tidak tepat, wong Pak Jokowi penduduk. Yang disebut pemerintah sendiri tidak terlihat. Yang terlihat hanya gejalanya saja. Pak Jokowi saat ini menjabat presiden, memang. Tetapi sebagai pribadi beliau adalah rakyat." Arjun mengangguk-angguk, meski sebenarnya tidak kunjung paham. Dan ia buru buru-buru membayar makannya, karena ada tarikan penumpang. "Saya duluan, Pak Sekcam, ada rejeki buat beli susu anak."
Leong Putu
Yang pintar atau Yang hebat, biasanya memang tidak suka gembar-gembor, tidak banyak bicara, tapi langsung menunjukkan prestasi dan karyanya. Seperti yang saya lihat waktu masih sekolah dulu. Siswa - Siswi yang pintar - pintar biasaya pendiam. Tidak banyak bicara. Ada kisah. Saat SMA dulu, waktu kelas III, ada teman kami yang pintar. Satu cowok, satunya lagi cewek. Karena mereka sama - sama pintar dan sama - sama pendiam, akhirnya kami jodoh-jodohkan. Khas anak remaja, saat itu mereka kelihatan malu-malu kucing. Tapi kami melihat mereka mulai dekat. Tapi mereka gak ngaku kalau udah jadian. Tapi akhirnya terbongkar juga. Saat EBTANAS si cewek gak bisa ikut. Ternyata Dia hamil. Diam, tanpa banyak bicara, tapi menghasilkan karya memang ciri khas orang pintar dan hebat. .. .. #belumwarasjuga