Perangko Lelap
Oleh: Dahlan Iskan
Minggu, 10 Maret 2024 – 07:49 WIB
Yang mengajak saya itu orang Yaman. Tinggi, langsing, setengah baya, ganteng. Satunya lagi pendek, kecil, hitam, selalu bicara keras di HP. Dia orang Sudan.
Rupanya si Yaman tadi sudah memesan satu porsi nasi briyani. Porsinya besar. Satu nampan. Dua ekor ayam panggang menghiasi di atasnya. Dia perlu teman untuk menghabiskannya.
Tidak habis juga. Pun separonya.
Kami berlomba lari ke kasir. Si Yaman lebih dulu menjulurkan uang 100 riyal. Saya tepis tangannya.
"Saya yang bayar," kata saya. Tidak hanya di dalam hati. Dia ngotot. Bahasa Arabnya lebih bisa dipahami kasir. Jadilah lagi-lagi saya makan gratisan. Pun nun di tengah padang pasir.
"Mau umrah?" tanya si Sudan setelah makan.
Saya mengangguk.
"Umroa juga?" tanya saya.