Perangko Lelap
Oleh: Dahlan Iskan
Minggu, 10 Maret 2024 – 07:49 WIB
"Sendirian saja," jawab saya. Mereka sudah lelah mendampingi rombongan Bakkah.
Saya pun langsung ke masjid Al Haram seorang diri: tawaf –mengelilingi Kakbah tujuh kali.
Saya doakan si perangko. Juga anak-anak perangko. Cucu-cucu. Orang-orang terbaik. Sahabat-sahabat. Perusuh.
Lalu saya masih harus Sa'i: tujuh kali jalan kaki dari bukit Sofa ke bukit Marwa. Begitulah dulu istri Ibrahim (Abraham) bersusah payah bolak-balik mencarikan air untuk bayinyi –lalu tiba-tiba ada air Zamzam.
Pukul 00.30 Umrah selesai. Saya lihat perangko sudah tidur dengan pulasnya.(*)
Untuk kembali ke Makkah saya siap mental dapat kursi pojok paling belakang tanpa jendela. Toh, saya masih membawa jendela 7-i ke mana-mana.
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi