Perawat Raisa
Oleh Dahlan Iskan
Kadang Raisa perlu agak lama di dekat pasien. Yakni ketika pasien memerlukan dialog dengan perawat atau dokter.
Raisa memang dilengkapi kamera dan screen. Pasien bisa bertanya kepada perawat yang wajahnya muncul di layar. Lalu si perawat menjawab lewat layar itu.
Begitu tugas di kamar itu selesai Raisa kembali ke ”meja kerja”-nyi: kumpul bersama perawat jaga di ujung lantai itu.
Raisa yang satu ini belum sepenuhnya ”dewasa”. Raisa sengaja dilahirkan dengan kecerdasan terbatas. Dia masih harus dibantu dengan remote control.
Bukan karena ITS tidak mampu, tetapi karena waktu. ”Robot ini harus sudah jadi dalam dua minggu,” ujar Rudy Dikairono.
Waktu itu ”cepat berfungsi” lebih utama daripada ”kecerdasan yang sempurna”. Apalagi yang diprioritaskan adalah faktor keamanan perawat dan dokter. Bukan tingkat kecanggihannya.
Dengan hadirnya Raisa, kadar pertemuan langsung perawat dengan pasien turun 60 persen. Begitulah keterangan perawat di rumah sakit itu.
Tentu saya tidak bisa melihat langsung kerja Raisa di lantai 4 itu. Prosedur ke RS itu sangat ketat. Apalagi saya adalah jenis orang yang paling rawan tertular --tiap hari saya justru minum obat penurun imunitas.