Percaya Mitos Gerilyawan Sulu Kebal dan Bisa Menghilang
Rabu, 20 Maret 2013 – 06:50 WIB
MENCARI sumber informasi alternatif di Lahad Datu bukan perkara mudah. Masyarakat Malaysia tidak sebebas rakyat Indonesia dalam mengomentari sebuah perkara. Apalagi, ini soal genting, isu nasional, yang menjadi headline setiap hari di media Malaysia, baik koran maupun televisi.
Jawa Pos baru bisa mendapat akses untuk menemui seorang tokoh penting di Lahad Datu pada 10 Maret lalu setelah tujuh hari berada di kota yang namanya diambil dari bahasa Suluk itu. Lahad berarti negeri atau tempat. Datu berarti keturunan bangsawan atau raja.
Baca Juga:
"Kota ini memang persinggahan para datuk sejak zaman masih dikuasai British North Company," kata tokoh yang namanya hanya mau ditulis sebagai "Pakcik" itu.
Untuk menuju tempat pertemuan dengan Pakcik, Jawa Pos harus diputar-putar dengan berganti mobil. Perlu 48 jam sebelumnya untuk benar-benar meyakinkan Pakcik bahwa koran ini benar-benar ingin mewawancarai dan bukan bagian dari intelijen Malaysia.
MENCARI sumber informasi alternatif di Lahad Datu bukan perkara mudah. Masyarakat Malaysia tidak sebebas rakyat Indonesia dalam mengomentari sebuah
BERITA TERKAIT
- Kisah Jenderal Gondrong ke Iran demi Berantas Narkoba, Dijaga Ketat di Depan Kamar Hotel
- Petani Muda Al Fansuri Menuangkan Keresahan Melalui Buku Berjudul Agrikultur Progresif
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis