Perdebatan Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Para Pendiri Bangsa
Oleh: Agus Widjajanto - Praktisi hukum, Pemerhati Masalah Sosial Budaya, Hukum, Politik dan Sejarah bangsa.

Demikian juga perdebatan antara Mr Soepomo dengan Moh Yamin. Mr Soepomo yang dikenal dengan ikon ketatanegaraan berdirinya negara Kesatuan Republik Indonesia dalam ilmu hukum tata negara, berpendapat:
“Bahwa konsep Hak asasi manusia adalah produk negara Individualistik, yang tidak cocok diterapkan dalam negara baru kita dirikan nanti yang beraliran kekeluargaan sesuai dengan adat istiadat ketimuran. Dan bisa memperlemah negara secara integralistik itu sendiri.”
Sedangkan Moh Yamin berpendapat bahwa dalam sebuah negara merdeka harus ada jaminan atas hak asasi warga negara untuk mengeluarkan pendapat, membentuk perserikatan/perkumpulan.
Pada akhirnya para pendiri bangsa, baik Mr Soepomo, Moh Yamin, Soekarno dan Moh Hatta, berkompromi untuk memasukkan frasa hak asasi manusia dalam konteks bertanggung jawab dalam UUD negara yang didirikan, yang belakangan pada tanggal 18 Agustus 1945, dimasukan oleh panitia kecil dari PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dalam rumusan UUD.
Dalam Pasal 28 berbunyi “kemerdekaan berserikat, berkumpul , mengeluarkan pendapat, dijamin oleh negara.”
Dalam perjalanan sejarah bangsa, dalam Kontitusi Republik Indonesia Serikat (RIS ) yang pernah berlaku selama 10 tahun (1949 hingga 1959) justru memuat pasal-pasal tentang HAM yang lebih banyak dan lengkap dibandingkan dengan UUD 1945. Yakni pada bagian V berjudul "Hak-hak dan kebebasan kebebasan dasar manusia pada bagian tersebut terdapat 27 pasal.
Perdebatan tentang HAM selanjutnya muncul dalam persidangan kontituante yang dibentuk antara lain berdasarkan Pasal 134 UUDS 1950, yang pada akhirnya dalam sejarah pada tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden melalui Kepres Nomor 150 tahun 1959, untuk membubarkan badan kontituante, dan membubarkan UUDS 1950 dan mengembalikan UUD 1945.
Kembali pada sejarah terbentuknya negara ini, dimana dalam perumusan UUD 1945 melalui panitia kecil dan lalu disyahkan pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan tonggak sejarah merdekanya sebuah bangsa Indonesia.
Para pendiri bangsa dalam pembukaan dari pada UUD 1945 menulis tentang hak kemerdekaan bagi segala bangsa, maka penjajahan di atas harus dihapuskan.
- Indonesia Tanah Air Beta
- Waka MPR Sebut Kolaborasi Harus Dilakukan untuk Wujudkan SDGs, HAM, dan Demokrasi
- Prabowo Bakal Keluarkan Keppres Pemulihan Pelanggaran HAM Berat
- Panitia Adhoc MPR dan Aspirasi Suara Masyarakat
- Legislator PKB Mafirion Minta Menteri HAM Kembali ke Jati Diri
- Saatnya Mengembalikan Muruah MPR Sebagai Pelaksana Kedaulatan Rakyat