Peredaran Obat Palsu di Indonesia Masih Rendah
Minggu, 06 November 2011 – 11:45 WIB
JAKARTA--Peredaran obat palsu di Indonesia masih rendah dibanding produk lainnya. Sebut saja minuman, oli, rokok, pakaian, software, dan barang dari kulit. Hal ini menurut Ketua Umum Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) Widyaretna Buenastuti, menandakan kalau konsumen tidak bersedia menggunakan obat palsu yang masuk ke dalam tubuh karena dapat membahayakan kesehatan serta mengancam keselamatan jiwanya. "Kalau dilihat dari data survei ini, pemalsuan tertinggi ada di barang dari kulit dan perangkat lunak. Kedua jenis barang ini memiliki perbedaan harga yang sangat tinggi antara produk asli dan palsu," papar Widyaretna.
"Dari hasil survei yang dilakukan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia terhadap 500 responden di Jakarta dan Surabaya, menunjukkan barang palsu terendah adalah farmasi (3,5 persen) dan tertinggi barang dari kulit (35,7 persen)," ungkap Widyaretna dalam keterangan persnya, Minggu (6/11).
Baca Juga:
Adapun hasilnya temuan barang palsu tersebut adalah farmasi (3,5 persen), kosmetika (6,4 persen), oli (7 persen), pestisida (7,7 persen), minuman (8,9 persen), rokok (11,5 persen), elektronik (13,7 persen), lampu (16,4 persen), spare parts (16,8 persen), pakaian (30,2 persen), software (34,1 persen), barang dari kulit (35,7 persen).
Baca Juga:
JAKARTA--Peredaran obat palsu di Indonesia masih rendah dibanding produk lainnya. Sebut saja minuman, oli, rokok, pakaian, software, dan barang dari
BERITA TERKAIT
- IPW Minta Masyarakat Menunggu Hasil Penyelidikan Kasus Penembakan di Semarang
- Prarekonstruksi Polisi Tembak Siswa SMKN 4 Semarang, Ada 3 Lokasi
- Tok, Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Tom Lembong
- Jaksa Dianggap Mengambil Alih Kewenangan Penyidikan di Kasus Korupsi Timah
- Kapolrestabes Semarang Disorot soal Siswa SMKN 4 Semarang Tewas Diduga Ditembak Polisi
- Kementerian ATR: Diperlukan Upaya Strategis dalam Pengelolaan Tanah dan Ruang