Perempuan di Jepang Mulai Membuka Suara Soal Rendahnya Angka Kelahiran
"Saya dulu sangat mendukung pendapat bahwa melahirkan adalah hal yang normal dilakukan," kata penulis lepas berusia 47 tahun tersebut kepada AFP.
Tomoko sudah pernah mencoba biro jodoh untuk menemukan pasangan namun tidak berhasil dan merasa bersalah ketika ayahnya bertanya mengenai cucu ketika mereka bertemu merayakan Hari Ayah.
Namun dengan mengirim posting di media sosial dan membaca tulisan orang lain yang bersimpati kepadanya membuat Tomoko merasa "hidupnya juga baik-baik saja selama ini."
'Begitu banyak kritikan'
Rendahnya tingkat kelahiran sudah menjadi masalah umum di kalangan negara-negara maju, namun masalah ini lebih parah lagi di Jepang.
Negara tersebut kini memiliki populasi tertua kedua di dunia setelah Monako, sementara aturan yang relatif ketat tentang imigrasi membuat negara tersebut kekurangan pekerja.
Perdana Menteri Fumio Kishida sudah menjanjikan kebijakan untuk membantu keluarga, termasuk bantuan keuangan, akses lebih mudah bagi pengasuhan anak, dan cuti melahirkan bagi orang tua.
Namun dengan perempuan hanya 10 persen di keanggotaan parlemen, dan di dalam kabinet 19 menteri Kishida hanya ada dua perempuan, yang banyak terlibat dalam perdebatan ini adalah pria.
Ini membuat kalangan perempuan tidak mendapatkan perhatian dan bahkan mendapat banyak kritik.
Pemerintah Jepang sudah mengakui masalah turunnya tingkat kelahiran dan perlu segera ditangani
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan
- Dunia Hari Ini: Konvoi Truk Bantuan Untuk Gaza Dijarah Kelompok Bersenjata