Perempuan Sering Banyak Berkorban Untuk Jadi Atlet Profesional
Mantan pemain Olimpiade 4x ini memaksa dirinya untuk bermain ketika cedera parah dan menunda sejumlah tujuan hidupnya, seperti menyelesaikan universitas dan memiliki anak sepanjang karir yang membentang hampir 20 tahun.
"Perempuan harus mengorbankan banyak hal untuk menjadi atlet profesional," akunya.
Ia menuturkan, "Mereka tak bisa punya bayi, menikah, punya anak, dan kemudian kembali dan bermain. Dan saya pikir itu sesuatu yang sulit. Pria, mereka tak harus benar-benar khawatir tentang itu. Saya ingin punya anak, jadi saya bersemangat tentang hal itu."
Salah satu mantan rekan setim Lauren, yakni Abby Bishop, dipaksa mundur dari tim ‘Opals’ di tahun 2014 karena sengketa anak.
Abby mengantongi hak asuh penuh atas anak kakaknya, Zala, dan Persatuan Basket Australia (BA) mengharuskannya membayar untuk penerbangan, akomodasi dan tur anak.
Setelah negosiasi panjang, Abby bergabung kembali di skuad itu akhir tahun lalu, dan mengatakan: "Mereka pasti akan membantu saya dalam beberapa macam cara, apakah itu penerbangan atau membayar untuk pengasuh saya.”
"Zala akan selalu menjadi yang pertama, tapi saya benar-benar bahagia, dan saya menghormati Persatuan Basket Australia karena mengevaluasi kembali itu," ungkapnya.
Itu bukan pertama kalinya badan olahraga di Australia telah menghadapi tuduhan yang berkaitan dengan bias gender.
Pensiunan bintang basket Australia, Lauren Jackson, mengatakan, pemain basket perempuan terjebak dalam siklus yang menyedihkan, membuat ketimpangan
- Pemilik Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia Minta Lebih Diperhatikan
- Apakah Bentrokan Indonesia dengan Kapal Tiongkok di Laut China Selatan Pertanda Konflik?
- Jenazah WHV Asal Indonesia Belum Dipulangkan, Penyebab Kecelakaan Masih Diselidiki
- Dunia Hari Ini: Ratusan Warga Sudan Meninggal Akibat Serangan Paramiliter
- Prabowo Targetkan Indonesia Swasembada Pangan, Bagaimana Reaksi Australia?
- Dunia Hari Ini: Calon Pengganti Pemimpin Hizbullah Tewas Dibunuh