Pergulatan setelah ISIS Kalah di Iraq dan Syria

Messing berharap dirinya dan suami bisa segera pulang ke Jerman. Tak mengapa jika suaminya harus menjalani masa hukuman penjara. Dia akan setia menanti. Setidaknya, hidup di negara sendiri jauh lebih baik jika dibandingkan hidup di kamp yang masih dipenuhi simpatisan ISIS.
Messing berpeluang pulang. Bahkan, anaknya sudah dicek perwakilan dari Jerman untuk melihat identitasnya.
Para perempuan yang berasal dari negara-negara Barat sangat takut untuk berbicara dengan orang asing. Terutama pria. Sebab, perempuan-perempuan yang masih yakin ISIS bakal bangkit akan menyerang mereka. Saat malam, tenda mereka akan dibakar habis. Beberapa perempuan dari negara-negara Barat juga tetap kukuh mendukung ISIS.
"Ini adalah pilihan saya. Di Belgia, saya tidak bisa memakai niqab," ujar Umm Usma, perempuan berdarah Maroko-Belgia. Dulu dia adalah seorang perawat.
ISIS menggunakan perempuan dan anak-anak sebagai tameng hidup saat perang terjadi. Mereka meletakkan kendaraan di depan tenda-tenda tempat para perempuan dan anak-anak tinggal. Padahal, mereka tahu kendaraan itu akan jadi sasaran pengeboman dari udara. Kini ketika perang usai, para perempuan itu harus bersusah payah bertahan hidup sendirian di tengah gurun. (Siti Aisyah/c5/dos)
ISIS telah kalah. Namun, kekalahan itu menyisakan masalah. Tak ada yang mau menampung warga Baghouz.
Redaktur & Reporter : Adil
- Dunia Hari Ini: Amerika Serikat Serang ISIS di Somalia
- Tolak Bom
- Muhammad al-Julani Jadi Sosok Penting Penggusur Bashar al-Assad, Inilah Profilnya
- Polisi Turki Tahan 72 Orang yang Diduga Anggota ISIS
- Tangkap Residivis Teroris, Densus 88 Temukan Barang Bukti Ini
- Bela Ukraina, Amerika Sebut Kelompok Ini Dalang Pembantaian di Moskow