Perhutanan Sosial, Saatnya Hutan Untuk Rakyat

Perhutanan Sosial, Saatnya Hutan Untuk Rakyat
Menteri LHK Siti Nurbaya saat melakukan kunjungan kerja ke Hutan Adat Amatoa Kajang, Bulukumba, Sulsel. Foto for JPNN.com

''Saat ini telah teridentifikasi calon areal perhutanan sosial seluas 13,5 juta ha,'' ungkap Menteri Siti.

''Ini menjadi target alokasi areal perhutanan sosial yang nantinya akan dikelola masyarakat,'' tambahnya.

Adapun arahan perhutanan sosial yang dipetakan, meliputi; Perhutanan sosial pada areal yang belum dibebani izin yang berada di hutan produksi, Perhutanan sosial pada areal yang belum dibebani izin yang berada di hutan lindung, dan perhutanan sosial pada areal gambut.

Sementara yang tidak dipetakan, berasal dari potensi usaha kemitraan pada lokasi 20 persen di wilayah pemegang IUPHHK-HT, Inisiatif hutan adat dan areal indikatif akses masyarakat di hutan konservasi.

Menteri Siti sendiri sudah melakukan kunjungan kerja ke banyak Provinsi di Indonesia.

Ia blusukan ke banyak komunitas masyarakat, dan melihat langsung pengelolaan hutan untuk kesejahteraan rakyat.

Hutan menghasilkan rantai bisnis ekowisata. Hutan juga terbukti menjadi rantai bisnis agro-forestry, agro silvo-pasture atau fishery, biomass atau bioenergy, bisnis industri kayu dan rantai bisnis hasil hutan bukan kayu (Madu hutan, rotan, dll).

Konsep perhutanan sosial juga membantu penyelesaian konflik lebih cepat ditangani. Hal ini dalam kaitannya dengan pengelolaan Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Adat dan Hutan Rakyat (HR) dan kemitraan. Terdata 1,15 juta ha bebas konflik dan 39 kasus terselesaikan.

KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), terus mengembangkan konsep perhutanan sosial, sebagai wujud nyata program kerja mendukung Nawacita.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News