Peringatan Imlek, Sejarawan Ingatkan Masa Kelam Era Soeharto

Peringatan Imlek, Sejarawan Ingatkan Masa Kelam Era Soeharto
Sejarawan Bonnie Triyana (kanan). Foto diambil beberapa waktu lalu. Foto: Fathan Sinaga/JPNN.com

"Kesadaran sebagai bangsa yang setara dengan bangsa lainnya itu merupakan sikap tegas menentang kebijakan rasialis pemerintah kolonial Belanda melalui Regeerings Reglement 1854 yang membagi masyarakat Hindia Belanda ke dalam segregasi rasial, yakni pertama, golongan Eropa, kedua Timur Asing (Cina, Arab, India), dan ketiga Inlanders (bumiputera)," papar Bonnie.

Pembagian masyarakat di Indonesia secara rasialis tersebut menunjukan kenyataan tentang sebuah zaman di mana manusia dipandang berdasarkan rasnya. Melihat kenyataan ini, Sumpah Pemuda 1928 menjadi tonggak historis penting wujud menguatnya kesadaran keindonesiaan sebagai antitesis dari kesadaran sebelumnya yang masih terbelenggu cara diskriminatif dan rasialistis.

"Dengan demikian, politik identitas yang kerap kali dimainkan hingga hari ini merupakan wujud kesadaran prakeindonesiaan yang sarat bernuansa kolonial dan tak sesuai dengan jiwa kemerdekaan," pungkas Bonnie. (tan/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:

Sejarawan Bonnie Triyana mengingatkan bahwa Presiden Keempat RI Gus Dur dam Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri sangat berperan penting atas perayaan Imlek pada saat ini. Gus Dur dianggap menghapus pelarangan perayaan Imlek yang dikeluarkan rezim So


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News