Perjuangan Bidan-Bidan Inspiratif Melawan Kuatnya Tradisi Lokal
Simulasi Bakar Tegaskan Risiko Panggang Api
Rabu, 21 Desember 2011 – 08:38 WIB

Bidan Meiriyastuti menghadapi budaya lokal memandikan bayi di sungai Batanghari. (19/12) Foto : Srikandi Award for Jawa Pos
Benarkah? Yang pasti, tradisi panggang api itu membuat ibu dan bayinya "kepanasan". Bukan bikin kuat, si bayi justru tidak bisa beristirahat dengan tenang. Tak jarang bayi menangis karena kepulan asap yang pekat. Hal itu juga membuat sang ibu kesulitan menenangkan bayinya.
Kuatnya tradisi panggang api itulah yang harus dihadapi bidan Rosalinda Delin ketika kali pertama bertugas di Desa Jenilu pada 1999. "Awal saya berdinas, saya tidak mengira bahwa tradisi leluhur itu masih ada," kata Rosa saat mengikuti penjurian Srikandi Award di Jakarta (19/12). Acara tersebut digagas Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Sari Husada.
Tidak mudah bagi Rosa menghadapi kenyataan tersebut. Bahkan, wajar saja bidan kelahiran Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT, 13 April 1972, itu, sampai shock.
Rosa berpikir bahwa warga setempat sudah tidak lagi meneruskan tradisi panggang api. Tetapi, dugaannya salah. Pascareferendum yang berujung lepasnya Timor Leste dari Indonesia, banyak warga Timor Leste yang masuk NTT. Nah, mereka itulah yang meneruskan tradisi tersebut.
Tugas para bidan, terutama di daerah pelosok, tidak semudah yang dibayangkan. Selain medan yang sulit, hambatan lain adalah kuatnya tradisi lokal
BERITA TERKAIT
- Semana Santa: Syahdu dan Sakral Prosesi Laut Menghantar Tuan Meninu
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu