Perjuangan Bidan-Bidan Inspiratif Melawan Kuatnya Tradisi Lokal

Simulasi Bakar Tegaskan Risiko Panggang Api

Perjuangan Bidan-Bidan Inspiratif Melawan Kuatnya Tradisi Lokal
Bidan Meiriyastuti menghadapi budaya lokal memandikan bayi di sungai Batanghari. (19/12) Foto : Srikandi Award for Jawa Pos
Lain lagi cerita bidan Meiriyastuti yang bertugas di Desa Teriti, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, Jambi. Tidak ada tradisi panggang api di sana. Yang ada adalah tradisi nyebur ke ayek. Yakni, ritual memandikan bayi di Sungai Batanghari. Tidak tanggung-tanggung, tradisi itu harus dilakukan selama 7 hari sejak si bayi lahir.

   

Meiriyastuti menentang keras ritual tersebut. Semua itu bertentangan dengan ilmu yang didapatnya saat mengambil pendidikan D-3 kebidanan. "Bayangkan risiko terjangkit kuman-kuman, bakteri, atau virus yang ada di air," ucap bidan kelahiran 29 Mei 1979 itu.

   

Ritual nyebur ke ayek melibatkan peran dukun bayi. Dialah yang membawa bayi ke sungai dan memandikannya. Selain membawa bunga tujuh rupa, si dukun membaca mantra-mantra tertentu.

Warga setempat percaya, setelah dimandikan di sungai selama 30 sampai 45 menit, bayi akan kuat. Selain itu, konon bayi yang sudah dimandikan penuh selama 7 hari bakal selamat ketika mengarungi Sungai Batanghari saat dewasa.

   

Tugas para bidan, terutama di daerah pelosok, tidak semudah yang dibayangkan. Selain medan yang sulit, hambatan lain adalah kuatnya tradisi lokal

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News