Perjuangan Johan S. Mansjur Menyosialisasikan Kedokteran Nuklir
26 Tahun Kampanye Nuklir Keliling Tanah Air
Senin, 23 Januari 2012 – 00:46 WIB
Johan memaparkan, di bagian nuklir, para dokter memeriksa tanpa perlu menggunakan pakaian aneh-aneh. Sedangkan di bagian radiologi, dokter yang memeriksa harus menggunakan apron yang dilapisi timah hitam sebagai pelindung diri dari sinar radiasi.
Masalah lain yang dihadapi adalah keterbatasan alat. Sebab, kedokteran nuklir sangat bergantung pada alat. Di antara 15 pusat kedokteran nuklir di Indonesia, hanya beberapa yang memiliki kelengkapan alat. Sebut saja alat PET-CT (positron emission tomography-computed tomography) yang merupakan indikator kemajuan kedokteran nuklir. Di Indonesia cuma dua rumah sakit yang memiliki alat tersebut, itu pun hanya di Jakarta.
Di RSHS sendiri tersedia sejumlah alat, seperti kamera gama dan kamera positron yang rata-rata lansiran 2005. Harganya mahal. Johan mencontohkan, kamera gama yang standar dibanderol Rp 5 miliar sampai Rp 7 miliar. Alat-alat itu tidak bisa digunakan selamanya. Maksimal sepuluh tahun.
Johan bersyukur karena selama ini mendapat dukungan dari manajemen rumah sakit. Tahun ini RSHS berencana mengoperasikan instalasi kedokteran nuklir yang lebih canggih, yang disebut PET Center. Proyek itu menelan dana sekitar Rp 130 miliar.
Nuklir tidak melulu bom. Energi luar biasa itu juga bisa diaplikasikan untuk dunia kedokteran. Misalnya, yang dikembangkan Bagian Kedokteran Nuklir
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408