Perjuangan Johan S. Mansjur Menyosialisasikan Kedokteran Nuklir

26 Tahun Kampanye Nuklir Keliling Tanah Air

Perjuangan Johan S. Mansjur Menyosialisasikan Kedokteran Nuklir
Prof DR dr Johan S. Mansjur di ruang kerjanya di RSHS, Bandung. Foto : Dinarsa Kurniawan/Jawa Pos

Johan memaparkan, di bagian nuklir, para dokter memeriksa tanpa perlu menggunakan pakaian aneh-aneh. Sedangkan di bagian radiologi, dokter yang memeriksa harus menggunakan apron yang dilapisi timah hitam sebagai pelindung diri dari sinar radiasi.

Masalah lain yang dihadapi adalah keterbatasan alat. Sebab, kedokteran nuklir sangat bergantung pada alat. Di antara 15 pusat kedokteran nuklir di Indonesia, hanya beberapa yang memiliki kelengkapan alat. Sebut saja alat PET-CT (positron emission tomography-computed tomography) yang merupakan indikator kemajuan kedokteran nuklir. Di Indonesia cuma dua rumah sakit yang memiliki alat tersebut, itu pun hanya di Jakarta.

Di RSHS sendiri tersedia sejumlah alat, seperti kamera gama dan kamera positron yang rata-rata lansiran 2005. Harganya mahal. Johan mencontohkan, kamera gama yang standar dibanderol Rp 5 miliar sampai Rp 7 miliar. Alat-alat itu tidak bisa digunakan selamanya. Maksimal sepuluh tahun.

Johan bersyukur karena selama ini mendapat dukungan dari manajemen rumah sakit. Tahun ini RSHS berencana mengoperasikan instalasi kedokteran nuklir yang lebih canggih, yang disebut PET Center. Proyek itu menelan dana sekitar Rp 130 miliar.

Nuklir tidak melulu bom. Energi luar biasa itu juga bisa diaplikasikan untuk dunia kedokteran. Misalnya, yang dikembangkan Bagian Kedokteran Nuklir

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News